A. PENDAHULUAN
Sejarah
munculnya benih hadis palsu di mulai sejak terjadinya konflik intern dalam kubu
umat islam. Konflik dan pertikaian politik merupakan pemicu utama munculnya
benih-benih hadis palsu yang di buat oleh sebagian dari orang-orang yang minim
keimanannya dan dangkal keilmuannya yang terlibat dalam pertikaian tersebut.
Kondisi umat Islam yang sedikit goyah, mereka gunakan sebagi kesempatan untuk
menyusup dan memperlebar jurang perpecahan, dengan berkodok sebagi pembela
Islam dan berpura-pura mendukung salah satu pihak dan mengecam pihak lain
dengan menggunakan berbagai cara diantaranya membuat hadist-hadist palsu yang
isinya seakan-akan member dukungan kepada pihak tertentu dan mengecam pihak
lain mereka berhasil menebarkan kembali Misi mereka.
Benih hadist
palsu yang sudah mulai muncul saat terjadinya konflik, khususnya antara
Muawiyah bin Abi Sufyan dan Imam Ali r.a, tumbuh subur pada masa akhir tabi’in.
Penyebab timbulnya hadist palsu tidak sebatas konflik politik. Namun ada
faktor-faktor lain yang akan kami jelaskan pada pembahasan berikut ini.[1]
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa Pengertian Hadist Maudlu’?
2. Bagaimana Latar Belakang munculnya Hadist
Maudlu’?
3. Apa Tanda-tanda dari Hadist Maudlu’?
4. Siapa Tokoh-tokoh dan Kitab-kitab Hadist Maudlu’?
5. Bagaimana Contoh-contoh Hadist Maudlu’?
6. Bagaimana hukum orang yang meriwayatkan
hadist Maudlu’?
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Hadist Maudlu’
Pengertian Hadist
Maudlu’ dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu pendekatan kebahasaan
(Etimologis) dan pendekatan Keistiahan (Terminologis). Pengertian kebahasaan
(Etimologis) .
Secara bahasa,
kata Hadist Maudlu’ berasal dari kata bahasa Arab yaitu . Kata وضع
terdiri atas tiga hurufو,ض,ع adalah suatu
bangunan kata yang pada dasarnya menunjukan arti الخفظ
والحطة
yang berarti menurunkan/ merendahkan (derajat) .
Kata secara
kebahasaan memiliki beberapa konotasi makna yang berbeda-beda, tetapi mengarah
pada satu pengertian yang sama. Beberapa konotasi makna itu diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. bermakna الحطة
,
yang mempunyai arti menurunkan atau merendahkan derajat.
b. Bermaknaالاسقاط , yang mempunyai konotasi menghubungkan.
c. Bermaknaالاختلاق , yang mempunyai arti membuat-buat.
d. Bermaknaالاءلصاق , yang mempunyai arti melekatkan.
Pengertian
hadist maudlu’ secara istilah diberikan oleh para muhadditsin dengan redaksi
yang berbeda-beda, tetapi pada intinya mempunyai kesamaan dalam hal prinsip
makna yang mendasar.
الموضوع :الحديث المختلق المصنوع المكذب
على رسول الله ص.م عمدا اوخطأ
Hadist Maudlu’
adalah hadist yang diciptakan dan dibuat-buat, yang bersifat dusta terhadap
Rasulullah SAW, dibuat secara sengaja atau tidak sengaja.
الموضوع : هو الخبر الذى يختلقه الكذابون
وينسبون الى رسول الله ص.م.افترائا عليه
Hadist yang
diciptakan para pendusta yang disandarkan pada Rasulullah dengan tujuan untuk
memperdayai.
الموضوع: المختلق المصنوع المنسوب الى
رسول الله ص.م. زورا وبهتانا سواء كان ذالك عمدا اوخطأ
Hadist yang
diciptakan dan dibuat-buat yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, secara palsu
dan dusta, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Beberapa unsur
penting dalam batasan definisi al maudlu’ adalah sebagai berikut :
a. unsurالوضع
(pembuatan) atau (dibuat-buat). Artinya apa
yang disebut sebagai hadist oleh rowi penyampai riwayat itu adalah hadist
‘buatan’ dia sendiri, bukan ucapan perbuatan atau ketetapan nabi.
b. unsur الكذب
(dusta)
atau (menipu). Artinya apa yang dikatakan rowi sebagai hadist nabi adalah
“dusta” dan “tipuan” belaka dari dirinya sendiri, karena bukan dari nabi.
c. unsur عمد(sengaja) dan خطأ (tidak sengaja).
Artinya pembuatan hadist dusta yang disebut sebagai hadist nabi itu dilakukan
dengan sengaja atau tidak sengaja.
Jadi, hadist
maudlu’ itu adalah bukan hadist yang bersumber dari rasul atau dengan kata lain
bukan hadist rasul, akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan seseorang atau
pihak-pihak tertentu dengan suatu alas an kemudian dinisbatkan kepada rasul.[2]
2. Latar Belakang Hadist Maudlu’
Berdasarkan data sejarah yang ada pemalsuan
hadist tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam akan tetapi juga dilakukan
oleh orang-orang non Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat
hadist palsu, antara lain:
Ø Pertentagan
Politik
Konflik
politik dan perseteruan yang terjadi dalam kubu umat Islam merupakan awal
tumbuhnya benih-benih hadist palsu dan hal ini mendorong orang-orang yang tak
bertanggung jawab untuk membuat-buat hadist palsu guna mendukung golongan
mereka dan menjatuhkan golongan dan sekta lain. Karena faktor tersebutlah tidak
heran jika kita menemukan sekian banyak hadist palsu yang berisi sanjungan dan
pembelaan terhadap tokoh-tokoh tertentu dan merendahkan martabat tokoh yang
lain.
Hadist-hadist
palsu berisi sanjungan terhadap Sayyidina Ali, Abu Bakar, Usman, Abbas,
Muawiyyah dan masih banyak yang lain. Misal hadsit:
ابو
بكر يلى امتى بعدي
“ Abu Bakar yang memimpin
umatku setelahku.”
Ø
Motif
untuk merusak agama
Cara
ini dilakukan oleh kaum Zindik yaitu sebuah golongan yang berpaham atheis namun
berkedok Islam padahal dalam hatinya terdapat kedengkian dan permusuhan
terhadap Islam dan Muslimin. Mereka adalah Ahlu nifaq dari genrasi yang
terkalahkan oleh Islam yang kemudian menampakkan perilaku yang berbeda dengan
apa yang ada di dalam hati. Hakikatnya mereka ingin merusak agama dengan
menyusup lewat Al-Qur’an namun gagal, dan kini mereka masuk dan menyebarkan
virus kerusakan melalui hadist, dengan melaukan pemalsuan terhadaap hadist nabi
Saw. Contoh;
“Aku adalah nabi terakhir dan tidak ada Nabi
setelahku kecuali jika Allah menghendaki”
Ø Mencari muka di hadapan para pembesar
Cara ini banyak dilakukan oleh ahlu hikayah
(tukang cerita) dan para ulamaussu’ yang rela menjual agama dengan imbalan
materi duniawi dengan cara memutarbalikkan dalil agama guna mendapat kedudukan
kedudukan dan kedekatan disisi para pembesar. Seperti yang dilakukan oleh
ghiyats bin Ibrahim tatkala datang kepada Al mahdi Al Abbasi ( seorang pemimpin
dinasti abbasiyah) yang gandrung memelihara merpati dan saat itu sdang bermain
adu burung merpati. Melihat ghiyats datang Al mahdi bertanya, “ coba jelaskan
tentang hadist yang kau ketahui dari rosullulah Saw.” Ghiyats menjawab,
rosullulah saw bersabda: “ tidak boleh seorang pun melakukan lomba dan aduan
kecuali pada ketangkasan memanah’ menunggang kuda dan unta. Hadist berhenti
hingga disini, namun kemudian ditambah dengan kata “ atau yang bersayap”
Mendangar
pernyataan itu Al- Mahdi member imbalan uang kepada ghiyats . setelah ia pergi,
Al mahdi berkata” ketauhilah bahwa dia itu seorang pendusta” lalu al mahdi
memotong burung merpatinya dan enggan bermain lagi.
Termasuk
juga hadist palsu yang di buat oleh ahlu hikayat seperti: --
“
pada saat terjadi banjir, kapal nabi nuh berputar thawaf tujuh kali di ka’bah dan solat dua rokaat di
makam Ibrahim.
Ø
Bertujuan
untuk Targhib wa tarhib
Kebodohan
terhadap agama tidak jarang menjuruskan seseorang pada bentuk kesalahan dalam
mempraktikan ajaran agama. Maksut baik jika tidak di tunjang dengan pemahaman
yang benar lebih sering berdampak buruk daripada memberi manfaat hal itu
terjadi kepada kelompok orang yang menisbatkan dirinya pada kaum sufi. Mereka
sengaja membuat banyak hadist yang isinya menyentuh hati terkadang dengan
maksud baik untuk megajak orang berbuat kebajikan dan kembali ke jalan yang
benar.
Hadist-hadist
mereka deiterima oleh sebagian orang karena positif thingking dengan
kepribadian baik mereka dan perilaku yang selalu menampakkan kesan ahli ibadah
dan zuhud, dan kenyataanya memang mereka ahli ibadah. Imam Muslim mereiwayatkan
dari Yahya bin said al-Qathan mengatakan saya tidak melihat orang baik yang
banyak berdusta dalam hadist seperti mereka. Seperti hadist:
“
Barangsiapa mengucapkan Lailahaillallah maka Allah akan menciptakan baginya
pada setiap kalimat seekor burung paruhnya terbuat dari emas dan bulunya dari
permata….
Tersmasuk
hadist-hadist fadhilah-fadhilah (keutamaan) membaca surat-surat tertentu dalam
al-Qur’an. Banyakya hadst palsu tetang keutamaan membaca al-Qur’an yang pada
saat itu benyak orang berpaling dari al-Qur’an dan asyik mempelajari fiqih dan
sejarah. Melihat kondisi semacam ini, para mutashohhifin berinisiatif membuat
hadist-hadist yang isinya berkaitan dengan keutamaan membaca Al-Qur’an agar
orang-orang mau kembali membaca dan mengaji Al-Qur’an.
Ø Untuk mendukung kepada madzhab tertentu terutama madzhab-madzhab
kelas atas secara politis sesudah munculnya fitnah dan pecahnya suasana
politik, seperti Kawarij dan Syi,ah, masing-masing firqoh membuat hadis-hadsi
maudlu, untuk memperkuat madzhabnya, seperti hadis “Ali r.a adalah sebaik-baik
manusia barangsiapa meragukan dalam hal itu maka ia telah kafir”.[3]
Satu
hal yang patut disayangkan, ternyata dalam beberapa kitab tafsir masih
ditemukan hadis-hadis palsu termuat disana. Hampir terdapat pada setiap surat
Al-Qur’an mereka mencamtumkan fadhilahnya. Padahal kita tahu tidak setiap surat
memiliki fadhilah yang dijelaskan melalui hadist. Ada hadist yang menjelaskan
secara umum keutamaan membaca Al-Qur’an, dan ada pula hadist yang secara khusus
menjelaskan kelebihan dan keutamaan sebagian surat dalam Al-Qur’an.[4]
3. Tanda-tanda Hadist Maudlu’
Hadist maudlu’ dapat diketahui
melalui tanda-tandanya baik yang ada pada Sanad atau pada Matan.
1) Tanda-tanda Maudlu’ pada Sanad
Banyak tanda-tanda maudlu’, diantaranya
sebagi berikut:
a. Banyak pengakuan pembuatannya sendiri
Sebagaimana
pengakuan Abdul Karim bin Abu Al-Auja ketika akan dihukum mati ia mengatakan:
“Demi Allah aku palsukan padamu 4.000 buah hadist. Di dalmnya aku haramkan yang
halal dan aku halalkan yang haram. “Kemudian di hokum pancung lehernya atsa
intruksi Muhammad bin Sulaiman bin Ali gubernur Basrah ( 160-173 H). Maysarah
bin Abdi Rabiah Al-Farisi mengaku banyak membuat hadist maudlu’ tentang
keutamaan Al-qur’an dan keutamaan Ali. Ia mengaku bahwa hadist maudlu’ lebih
dari 70 hadist. Demikian juga Abu Ishmah bin Maryam yang bergelar Nuh Al-Jami’
mengaku banyak membuat hadist maudlu’ yang disandarkan kapada Ibnu Abbas
tentang keutamaan Al-qur’an.
b. Adanya bukti qarinah (menempati
pengakuan)
Seperti
seseorang yang meriwayatkan hadist dengan ungkapan yang mentap serta meyakinkan
(jazam) dari seseorang syaikh padahal dalam sejarah ia tidak pernah bertemu
atau dari seorang syaikh disuatu negeri yang tidak pernah berangkat ke luar
atau seseorang syaikh yang telah wafat sementara ia masih kecil atau belum
lahir. Untuk megrtahui ini harus mempelajari buku-buku Tawarikh Ar-Ruwah.
Ma’mun bin Ahmad Al-Harawi mengaku mendengar hadist dari Hisyam bin
Hammar. Al-Hafizh bin Hibban bertanya: “Kapan Anda datang ke Syam?” Ma’mun
menjawab: “Pada tahun 250 H. “Ibnu Hibban menjelaskan, bahwa Hisyam bin Ammar
meninggal pada tahun 245 H. sambut Ma’mun: “Hisyam bin Ammar yang lain. “ Hal
ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa ia tidak pernah bertemu dengan Hisyam
bin Ammar.
c. Adanya bukti pada keadaan perawi
Seperti
yang disandarkan Al-Hakim dari Saif bin Umar Al-Tamimi, aku di sisi Sa’ad bin
Thaif, ketika anaknya pulang dari sekolah (al-kuttab) menagis, ditanya
bapaknya: “Mengapa engaku menagis?” Anaknya menjawab: “Dipukul gurunya.”Lantas
Sa’ad berkata saya bikin hina mereka sekarang” Memeberiatakan kepadaku Ikrimah
dan Ibnu Abbas secara marfu’:
معلمو صيابكم شراركم
اقلهم رحمة لليتيم واغلظهم على المساكين
Guru-guru
anak kecilmu adalah orang yang paling jelek diantara kamu. Mereka paling
sedikit sayangnya terhadap anak yatim dan yang paling kasar terhadap
orang-orang miskin.
Ibnu Ma’in berkata: “tidak halal
seseorang meriwayatkan suatu hadist dari Sa’ad bin Tharif. “Ibnu Hibban
berkomentar: “Ia memalsukan hadist.”Al-Hakim juga berkata:”Ia dituduh sebagai
Zindik dan gugur dalam periwayatan.”
d. Kedustaan Perawi
Seorang
perawi yang dikenal dusta meriwayatkan suatu hadist sendirian dan tidak ada
seorang tsiqah yang meriwayatkannya.
2) Tanda-tanda Maudlu’ pada Matan
a. Lemah susunan lafal dan maknanya
Salah
satu tanda ke-Maudlu’an suati hadist adalah lemah dari segi bahasa dan
maknanya. Secara logis tidak dibenarkan bahwa ungkapan itu datang dari Rasul.
Banyak hadist-hadist panjang yang lemah susunan bahasa dan maknanya. Seorang
yang memiliki keahlian bahasa dan sastra memiliki ketajaman dalam memahami
hadist dari nabi atau bukan hadist Maudlu’ ini bukan bahasa Nabi yang
mengandung sastra (fashahah), karena sangat rusak susunannya. Ar-Rabi’
bin Khat’s yang berkata:
ان للحديب ضوءا كضوئ
النهار نعرفه وظلمة كظلمة الليل ننكره
Sesungguhnya
hadist itu bercahaya seperti siang kami memngenalnya dan memiliki kegelapan
bagaikan gelap malam kami menolaknya.
Hadist
palsu jika diriwayatkan secara eksplit bahwa ini lafal hadist dari Nabi dapat
dideteksi oleh para pakar yang ahli dalam bidangnya sehingga tercium bahwa ini
hadist yang sesungguhnya dan hadist palsu. Jika tidak dinyatakan secara
eksplit, Ibnu Hajar Al-Asqalani, hadist itu dikembalikan pada maknanya yang
rusak, karena bisa jadi ia beralasan riwayah bi al ma’na atau karena tidak
menyusunnya secara baik.
b. Rusaknya Makna
Maksud
rusaknya makna karena bertentangan dengan rasio yang sehat, menyalahi kaidah
kesehatan, mendorong pelampiasan biologis seks, dan lai-lain, dan tidak bisa di
takwlikan, Misalnya sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Al-Jauzi dari jalan
Thariq Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ayahnya dari kakeknya secara marfu’:
ان سفينة طافت بلبيت
سبعا وصلت عند العقام ركعتين
Bahwasanya perehu Nabi Nuh berthawaf di
Bait (Ka’bah) tujuh kali dan salat di Maqam Ibrahi dua rakaat.
Hadist ini maudlu’ karena irrasional,
tidak mungkin secara akal parahu malakukan berputar –putar (thawaf)
mengelilingi ka’bah 7 kali seperti orang yang sedang melakukan thawaf haji.
Demikian juga melakukan shalat di Maqam Ibrahim.
Contoh lain, seperti:
انظر الى الوجه الحسن
يجلو البصر والنظر الى الوجه القبيح يورث الكلح
Memandang wajah yang cantik dapat
menerangkan mata dan memandang wajah yang jelek menyebakan sedih.
c.
Menyalahi tedan teks Al-Qur’an atau Hadist
Mutawatir
Termasuk tanda maudlu’adalah manyalahi
Al-qur’an atau hadist mutawatir dan tidak mungkin di takwilkan, kecuali jika
dapat di komppromikan melalui takhsis al-‘amm atau tafshil al-muljam dan
lain-lain sebagaimana langkah-langkah pemecahan yang telah dilakukan ushul
fiqih . contoh hadist palsu yang bertentangan dengan ayat al-qur’an misalnya:
ولد الزانا لايدخل
الجنة الى سبعة ابناء
Anak zina masuk tidak bisa masuk surga
sampai tujuh keturunan.
Dan tidaklah seseorang membuat dosa
melainkan kemaharatannya kembali kepada dirinya sendiri. (QS. Al-An’am 6: 164)
Contoh hadist palsu yang bertentangan
dengan hadist mutawatir
اذا حدثتم عنى بحديث
يوافق الحق فخذوا به حدثت به اولم احدث
Jika kalian memberikan suatu hadist dari
padaku sesuai kebenaran, maka ambilah baik aku memberitakan atau tidak.
من كذب علي متعمدا
فليتبواء مقعده من النار
Barang siapa yang mendustakan dengan
sengaja, maka hendak siap-siaplah temapat tinggalnya di dalam neraka.
d. Menyalahi realita sejarah
Maisalnya
hadist yang menjelaskan bahwa Nabi memungut jizyah (pajak) pada penduduk
Khaibar dengan di saksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz padahal Sa’ad telah meniggal
pada masa perang Khandaq sebelum kejadian tersebut. Jizyah disyariatkan setelah
perang Tabuk pada Nashrani Najran dan Yahudi Yaman.
e. Hadist dengan Madzhab perawi
Misalnya,
hadist yang diriwayatkan oleh Habbah bin Juwaini, ia berkata: Saya mendengar
Ali berkata:
عبدة الله مع رسوله
قبل ان يعبده احد من هذه الامة خمس سنين او سبع سنين
Aku
menyembah Tuhan bersama Rasul-Nya sebelum menyembah-Nya seorang pu dari umat
ini lima atau tujuh tahun.
Hadis
ini mengkultusukan Ali beribadah beribadah bersama Rasul lima atau tujuh tahun
sebelum umat ini.
f. Mengandung pahala yang berlebihan bagi
amal yang kecil
Biasanya
motif pemalsuan hadist ini disampaikan para tukang kisah yang ingin menarik
perhatian para pendengarnya atau agar menarik pendengar umtuk melakukan
perbuatan amal saleh. Tetapi memang terlalu tinggi dalam membesarkan suatu amal
kecil dengan pahala yang berlebihan. Misalnya :
من صلى الضحى كذا
وكذا ركعة اعطي ثواب سبعين نبيا
Baransiapa
yang shalat dhuha sekian rakaat diberi pahala 70 nabi.
g. Sahabat dituduh menyembunyikan hadist
Sahabat
dituduh menyembunyikan hadist dan tidak menyampaikan atau tidak meriwayatkan
kepada orang lain, padahal hadist itu secara transparan harus disampaikan Nabi.
Misalnya, Nabi memegang tangan Ali bin Abi Thalib di hadapan para sahabat
semua, kemudian bersabda:
هذا وصي واخي
والخليفة من بعدي
Ini
wasiatku dan saudaraku dan khalifah setelah aku.
Seandainya
itu benar hadist dari Nabi tentu banyak di antara sahabat yang meriwayatkannya,
karena maslahnya adalah untuk kepemimpinan. Tidak mungkin para sahabat diam
tidak meriwayatkan jika hal itu benar pada Rasulullah.
Demikian tanda-tanda ke maudlu’an hadist
para ahli hadist yang bergelut dalam bidangnya mengetahui secara dalam
sekalipun baru mencium perbedaan antara hadist yang disampaikan Rasulullah atau
susunan pendusta.[5]
Menurut
Abdul Qadir Hasan, menyatakan bahwa tidak mudah orang dapat membedakan
hadis-hadis yang dipalsukan. Hanya dapat diketahui oleh para ahli hadist yang
pengetahuannya luas, tajam pemikirannya, dan kuat hafalannya. Sesungguhnya pun
begitu, para ahli menunjukkan beberapa tanda-tanda itu adalah sebagai berikut:
ü Susunan redaksinya kacau, yang tidak
,mungkin disabdakan oleh Nabi seperti itu.
ü Mtannya bertentangan dengan ketetapan
agama yang kuat dan jelas.
ü Ada beberapa tanda yang sah, yang
menunjukkan atsa kepalsuannya.
ü Matannya nyata-nyata bertentangan dengan
ayat0ayat al-Qur’an.
ü Matanya berlawanan dengan keutamaan
ajaran Islam yang umum.
ü Matannya bertentangan dengan hal
keimanan.
ü Matannya bertentangan dengan akal sehat.
ü Lafal hadistnya lemah dan tidak baik,
yang ditolak oleh tabi’at dan tidak enak didengar, yakni bertentangan dengan
struktur bahasa Arab.
ü Adanya pengakuan yang dapat diterima
dari pemalsu bahwa dialah yang membuat hadist itu.[6]
4. Tokoh-tokoh (pemalsu hadist) dan
Kitab-kitab Hadist Maudlu’
I.
Tokoh-tokoh
Di
antara para pendusta hadist yang diketahui setelah penelitian yang dilakukan
oleh para ulama’, adalah sebagi berikut;
1) Aban bin ja’far al-Numaqini, membuat 300
buah hadist yang disandarkan kapada Abu Hanifah.
2) Ibrahim bin Zaid Al-Islami, membuat
hadist disandarkan dari Malik.
3) Ahmad bin Abdullah Al-Juwaini, juga
membuat beribu-ribu hadist kepentingan kelompok Al-Karramiyah.
4) Nuh bin Abu Maryam membuat hadist
maudlu’ tentang fadhail surah-surah dalam al-Qur’an.
5) Muhammad bin Syuja’ Al-Wasithi,
Al-Harits bin Abdullah Al-A’war, Mauqatil bin Sulaiman, Muhammad bin Sa’id
Al-Mashlub, dan Ibnu Abu Yahya.
6) Abas bin Dhahhak.
7) Ali bin Urwah Ad-Dimasyiqi.
8) Abu Dawud An-Nask’I, namanya Sulaiman
bin Amr.
9) Al-Mungkirah bin Syu’bah Al-Kufi.
10) Al-Waqidi, namanya Muhammad bin ‘Umar
bin Waqid.
11) Ghiats bin Ibrahim An-Nakh’i.
12) Hammad bin Amr An-Nashibi.
13) Ibnu Jahdham.
14) Ishaq bin Najih.
15) Ibarahim bin Muhammad bin Abi Yahya.
16) Maisarah bin Abdi Rabbih Al-Farisi.
17) Muhammad bin Sa’ib Al-Kalbi.
18) Muhammad bin Sa’id Asy-Syami Al-Mashlub.
19) Ma’mun bin Ahmad Al-Harawi.
20) Muhammad bin kasyah Al-Karmani.
21) Muhammad bin Qasim Ath-Thaikani.
22) Muhammad bin Ziad Al-Lasykuri.
23) Muqatil bin Sulaiman Al-Bukhli.
24) Muhammad bin Tamin Al-Fariyabi.
25) Umar bin Rasyid Al-Madani.
26) Umar bin Shabih Al-Khurasani.
27) Umar bin Zaid.
28) Wahb bin Wahb Al-Qadhi abu Al-Bukhari.
29) Zaid bin Rifa Al-Hasyimi.[7]
II.
Kitab-kitab
Kebanyakan
hadist palsu ini terdapat dalam kitab-kitab tafsir, tarikh dan sebaginya, yakni
seperti Tafsir Baidlawi, Tafsir Kalbi, Muqatil, kitab Muhammad bin Is-haq
tentang peperangan dan beberapa kitab-kitab al-Waqidi, Asy-Syaukani,
Az-Zamakhsari.
Kitab-kitab
Maudlu’ yang terkenal adalah sebagai berikut:
·
Tadzkirah
Al-Maudlu’, karya Abu Al-Fadhal Muhammad bin
Thahir Al-Maqsidi (448-507 H). Kitab ini menyebutkan hadist secara alphabet dan
disebutkan nama perawi yang dinilai cacat (tajrih).
·
Al-Maudlu’
Al-Kubra, karya Abu Al-Faraj Abdurrahman
Al-Jauzi (508-597 H)
·
Al-La’alli
Al-Masnu’ah fi Al-Ahadits Al-Mawdlu’ah, karya
Jalaludin As-Suyuthi (849-911)
·
Al-Baits
‘ala Al-Khalasah min Hawadits Al-Qashas, karya
Zainuddin Abdurrahman Al-Iraqi (725-806 H)
·
Al-Fawaid
Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Mawdlu’ah, karya
Al-Qadhi Abu Abdullah Muhammad bin Ali Asy-Syaukani (1173-1255 H).
5. Contoh-contoh Hadist Maudlu’
*ان القمر دخل في جيب
ص وخرج من كمه
Artinya:
Sesungguhnya bulan pernah masuk dalam saku baju Nabi saw.,dan keluar dari
tangan bajunya.
Keterangan:
a. Ucapan ini bukan Sabda Nabi,tetapi orang
katakan hadist Nabi saw. Jadi dinamkan Maudlu’
b. Tukang-tukang cerita sering membawakan
hadist ini waktu menceritakan perjalanan atau Maulid Nabi,dengan maksud supaya
orang tertarik mendengarkan ceritanya.
c. Perasaan atau keyakinan kita mesti
mendustakan isinya, karena tidak terbayang dalam fikiran, bahwa bulan yang
beritu besar dapat masuk dalam saku baju Nabi yang tidak beda dengan saku-saku
kita, dan keluar dari lubang tangan baju yang besarnya sudah kita ma’lum.
*لو كان رجلا لكان حليما مااكله الجائع
الا شبعه
Artinya;
kalau sekiranya beras itu seorang laki-laki, niscaya adalah ia, seorang yang
tidak lekas marah; ia mesti mengenyangkan lapar yang memakannya.
Keterangan:
1. Omongan ini, bukan sabda Nabi, tetapi
orang sandarakan kepada beliau; Jadi dinamakan maudlu’;
2. Isinya seperti omongan kanak-kanak.
Tidak pantas keuar dari orang-orang yang utama, apalagi Nabi. Orang yang
mendengarnya akan mengejeknya, orang yang mengucapkannya itu.
*Ada
hadist yang mengatakan bahwa orang yang bernama Muhammad atau Ahmad, jasadnya
tidak akan disentuh oleh api neraka.
Keterangan:
1. Karena hadist itu dan yang seumpamanya
bukan sabda Nabi saw.,hanya buatan orang saja, maka dinamakan dia Hadist
maudlu’
2. Dan lagi hadist itu terang-terang
berlawanan dengan ketetapan Agama, yaitu bahwa manusia tidak disentuh api
neraka semata-mata dengan iman dan ‘amal salihnya, bukan karena namanya. Adapun
hal nama, sekali-kali tidak ada hubungannya dengan urusan sorga atau neraka.
3. Ada beberapa hadist Nabi yang menyuruh
kita memilih nama-nama yang baik arti atau maknanya, tetapi tidak ada janji
ganjaran atau adzab seperti hadist-hadist maudlu’ yang diatas.
*الارض على صخرة والصخرة على قرن ثور
فاذا حرك الثور قرنه تحركت الصخرة
Artinya:
Bumi itu terletak atas sebuah batu yang besar, dan batu besar itu terletak atas
tanduk seekor sapi; maka apabila sapi itu menggerakkan tanduknya, bergoyanglah
pula batu besar itu.
Keterangan;
1. Hadist ini maudlu’ karena bukan sabda
Nabi saw., hanya orang yang mengada-adakan atas namanya.
2. Menerut pemeriksaan ahli ‘alam bahwa
bumi kita ini, di sebelah luarnya diliputi oleh semacam udara. Udara inilah
yang menahan bumi dari sekalian penjurunya. Selain dari itu tidak ada yang lain
lagi. Isi hadist buatan ini bertentangan dengan penyaksian ilmu tersebut.
3. Dalam hadist itu dikatakan, bahwa kalau
sapi itu menggoyangkan tanduknya, bergelaklah batu besar.
Jadi, kalau batu besar itu bergerak,
tentu bergoyang pula dunia kita ini. Kalau bergoyang, berarti seluruh dunia
gempa, padahal sering kita menyaksikan, bilamana di satu tempat ada gempa, di
lain tempat tidak ada gempa. Belum pernah terjadi seluruh dunia gempa dalam
satu masa.
Inipun menunjukkan kedustaan hadits yang
orang katakan sabda Rasulullah saw.,itu.
*Ada hadist menerangkan, bahwa umur
dunia ini 7.000 tahun, dan…………….
Keterangan:
1. Hadist itu memberi arti, bahwa
Nabi-begitu juga kita, umpamanya-dapat mengetahui waktu hari kiamat. Ini
bertentangan dengan firman Allah di surat al-a’raf 187;
*يسئلونك
عن الساعة ايان مرسها قل انما علمها عند ربي
Artinya:
Mereka akan bertanya kepadamu tentang hari Qiamat; “Bilalah datangnya”
Jawabnya: “Hanya pada sisi Tuhanku-lah pengetahuan tentangnya”.
Menurut
ini, nyatalah bahwa tidak ada seorangpun dapat mengetahui waktu hari Qiamat,
baik Malaikat, Nabi-nabi atau kita .
2. Karena menurut fikiran kita, bahwa sabda
Nab tidak akan dapat bertentangan dengan firman Allah, yaitu Qur’an, maka
teranglah bahwa ketentuan umur dunia 7.000 tahun itu, bukan hadist Nabi yang
sebenarnya, tetapi adalah buatan orang. Yang begini dinamakan maudlu’.
انلظر الى الوجه
الجميل عبادة
Artinya:
Melihat wajah yang cantik itu, satu ‘ibadat.
Keterangan:
1. Barangsiapa memperlihatkan isi ucapan
tersebut, tentu akan mengatakan, bahwa maksudnya itu untuk membangunkan syahwat
manusia, sehingga orang mau mengerjakan perbuatan yang senonoh, sedang salah
satu daripada keutamaan manusia ialah menjaga syahwatnya.
Teapai
hadist tersebut berlawanan dengan keutamaan ini.
2. Sabda Nabi tidak akan bertentangan
dengan sifat keutamaan manusia, tetapi hadist itu nyatanya berlawanan;
teranglah bahwa itu bukan hadist Rasulullah saw.[8]
E. HUKUM
MERIWAYATKAN HADIST MAUDLU’
Para ulama sepakat bahwasannya diharamkan meriwayatkan
hadits maudlu’ dari orang yang mengetahui kepalsuannya dalam bentuk
apapun, kecuali disertai penjelasan akan ke-maudlu’annya, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam :
Barangsiapa yang
menceritakan hadits dariku sedangkan dia mengetahui bahwa itu dusta, maka dia
termasuk para pendusta (HR. Muslim). [9]
Sabda
Nabi SAW : , yakni baik berupa perkataan, perbuatan taqrir,atau apa saja yang
disandarkan orang kepada Nabi SAW, apakah menyangkut masalah-masalah ahkam ,
aqidah, tafsir Qur’an, targhib dan tarhib atau
keutamaan-keutamaan amal , tarikh/kisah-kisah dan lain-lain. yakni sifatnya baru “zhan” tidak meyakini baik ia sebagai ahli hadits atau diterangkan oleh ahli hadits , kemudian ia meriwayatkannya dengan tidak memberikan penjelasan akan kepalsuannya, yakni yang membuat hadits palsu dan ia sendiri yang menyebarkannya.
keutamaan-keutamaan amal , tarikh/kisah-kisah dan lain-lain. yakni sifatnya baru “zhan” tidak meyakini baik ia sebagai ahli hadits atau diterangkan oleh ahli hadits , kemudian ia meriwayatkannya dengan tidak memberikan penjelasan akan kepalsuannya, yakni yang membuat hadits palsu dan ia sendiri yang menyebarkannya.
Berkata Imam Ibnu
Hibban dalam syarahnya atas hadits ini di kitabnya “Adl-Dlu’afaa” : “Di dalam
kabar ini ada dalil tentang sahnya apa yang telah kami terangkan, bahwa orang
yang menceritakan hadits apabila ia meriwayatkan apa-apa yang tidak sah dari
Nabi SAW, apa saja yang diadakan orang atas beliau SAW, sedangkan ia
mengetahuinya, niscaya ia termasuk salah seorang dari pendusta”.
·
Berdasarkan hadits shahih di atas dan, maka Ulama-Ulama kita telah IJMA’
tentang haramnya -termasuk dosa besar- meriwayatkan hadits-hadits maudlu’
apabila ia mengetahuinya tanpa disertai dengan
bayan/penjelasan tentang kepalsuannya. Ijma Ulama di atas menjadi hujjah atas
kesesatan siapa saja yang menyalahinya. . Al-Qaulul Badi’ fish-shalati ‘Alal
Habibisy Syafi’. Ikhtisar Ibnu Katsir dengan syarah Syaikh Ahmad Syakir
Qawaa’idut Tahdist .
·
Demikian
juga orang yang meriwayatkan hadits yang ia sangka saja hadits itu palsu atau
ia ragu-ragu tentang kepalsuannya atau shahih dan tidaknya, maka menurut zhahir
hadits dan fiqih Imam Ibnu Hibban orang tersebut salah satu dari pendusta.
Menurut Imam Ath-Thahawiy diantara syarahnya terhadap hadits di atas di
kitabnya “Musykilul Atsar” : Barangsiapa yang menceritakan dari Rasulullah SAW dengan
dasar ZHAN , berarti ia telah menceritakan dari beliau dengan tanpa haq, dan
orang yang menceritakan dari beliau dengan cara yang batil, niscaya ia menjadi
salah seorang pendusta yang masuk ke dalam sabda Nabi SAW :”Barangsiapa yang
sengaja berdusta atas ku, hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di neraka”.
.
·
Bahwa
orang yang menceritakan kabar dusta, termasuk salah satu dari pendusta,
meskipun bukan ia yang membuat kabar dusta tersebut .
·
Menunjukkan
bahwa tidak ada hujjah kecuali dari hadits-hadits yang telah tsabit dari
Rasulullah SAW.
·
Wajib
menjelaskan hadits-hadist maudlu’/palsu dan membuka aurat rawi-rawi pendusta
dan dlo’if dalam membela dan membersihkan nama Rasulullah SAW. Tentu saja
pekerjaan yang berat ini wajib dipikul oleh ulama-ulama ahli hadits sebagai
Thaaifah Mansurah.
·
Demikian
juga ada kewajiban bagi mereka mengadakan penelitian dan pemeriksaan
riwayat-riwayat dan mendudukkan derajad-derajad hadits mana yang sah dan tidak.
·
Menunjukkan
juga bahwa tidak boleh menceritakan hadits dari Rasulullah SAW kecuali orang
yang tsiqah dan ahli dalam urusan hadits.
·
Menunjukkan
juga bahwa meriwayatkan hadits atau menyandarkan sesuatu kepada Nabi SAW,
bukanlah perkara yang “ringan”, tetapi sesuatu yang “sangat berat” sebagaimana
telah dikatakan oleh seorang sahabat besar yaitu Zaid bin Arqam (Berkata
Abdurrahman bin Abi Laila : Kami berkata kepada Zaid bin Arqam : ” Ceritakanlah
kepada kami dari Rasulullah SAW !. Beliau menjawab : Kami telah tua dan lupa,
sedangkan menceritakan hadits dari Rasulullah SAW sangatlah berat “. ). Oleh
karena itu wajiblah bagi setiap muslim merasa takut kalau-kalau ia termasuk
salah seorang pendusta atas nama Rasulullah SAW. Dan hendaklah mereka
berhati-hati dalam urusan meriwayatkan hadits dan tidak membawakannya kecuali
yang telah tsabit dari Rasulullah SAW menurut pemeriksaan ahli hadits. [10]
D.PENUTUP
Demikainlah makalah yang dapat kami sampaikan,
semoga dapat member manfaat, dan wawasan bagi kita semua, bagi para pembaca
umumnya dan pemakalah khususnya. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih
terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang
konstruktif sangat kami harapakan demi kesempurnaan makalh ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
A.Qadir
Hasan, Ilmu Musthalah Hadits, Jawa Barat: CV.Diponegoro, 2007,
Dr. H .Abdul Majid Khon, Ulumul
Hadis, Jakarta : Amzah,2008,hal, 2008-2013
Dr. Mohammad Najib, Pergolakan
Politik Umat Islam dalam Kemunculan Hadist Maudhu’, Bandung: CV.Pustaka
Setia, 2001, hal. 37-41
Dr.Badri Khaeruman,
M.Ag., Ulum Al-Hadis,Bandung: Pustaka Setia,
Dr.Mahmud Thahhan, Taisir
Musthalah Hadis, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
H. Zeid B.Smeer, Lc.,M.A., Ulumul Hadis
(Pengantar Studi Hadis Praktis), Malang: UIN Malang Press(IKAPI), 2008.
[1] H.
Zeid B.Smeer, Lc.,M.A., Ulumul Hadis (Pengantar Studi Hadis Praktis),
Malang: UIN Malang Press(IKAPI), 2008, hal.71
[2] Dr.
Mohammad Najib, Pergolakan Politik Umat Islam dalam Kemunculan Hadist
Maudhu’, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2001, hal. 37-41
[7] Ibid,
hal.179-180
[8] A. Qadir Hasan,
Ilmu Musthalah Hadits, Jawa Barat: CV.Diponegoro, 2007, hal.124-127
Tidak ada komentar:
Posting Komentar