Selasa, 28 Mei 2013

pelajaran PAI



A. PENDAHULUAN
Sejarah munculnya benih hadis palsu di mulai sejak terjadinya konflik intern dalam kubu umat islam. Konflik dan pertikaian politik merupakan pemicu utama munculnya benih-benih hadis palsu yang di buat oleh sebagian dari orang-orang yang minim keimanannya dan dangkal keilmuannya yang terlibat dalam pertikaian tersebut. Kondisi umat Islam yang sedikit goyah, mereka gunakan sebagi kesempatan untuk menyusup dan memperlebar jurang perpecahan, dengan berkodok sebagi pembela Islam dan berpura-pura mendukung salah satu pihak dan mengecam pihak lain dengan menggunakan berbagai cara diantaranya membuat hadist-hadist palsu yang isinya seakan-akan member dukungan kepada pihak tertentu dan mengecam pihak lain mereka berhasil menebarkan kembali Misi mereka.
Benih hadist palsu yang sudah mulai muncul saat terjadinya konflik, khususnya antara Muawiyah bin Abi Sufyan dan Imam Ali r.a, tumbuh subur pada masa akhir tabi’in. Penyebab timbulnya hadist palsu tidak sebatas konflik politik. Namun ada faktor-faktor lain yang akan kami jelaskan pada pembahasan berikut ini.[1]

B. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Pengertian Hadist Maudlu’?
2.      Bagaimana Latar Belakang munculnya Hadist Maudlu’?
3.      Apa Tanda-tanda dari Hadist Maudlu’?
4.      Siapa Tokoh-tokoh dan Kitab-kitab  Hadist Maudlu’?
5.      Bagaimana Contoh-contoh Hadist Maudlu’?
6.      Bagaimana hukum orang yang meriwayatkan hadist Maudlu’?







C. PEMBAHASAN
1.      Pengertian Hadist Maudlu’
Pengertian Hadist Maudlu’ dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu pendekatan kebahasaan (Etimologis) dan pendekatan Keistiahan (Terminologis). Pengertian kebahasaan (Etimologis) .
Secara bahasa, kata Hadist Maudlu’ berasal dari kata bahasa Arab yaitu  . Kata وضع
terdiri  atas tiga hurufو,ض,ع adalah suatu bangunan kata yang pada dasarnya menunjukan arti الخفظ والحطة yang berarti menurunkan/ merendahkan (derajat) .
Kata secara kebahasaan memiliki beberapa konotasi makna yang berbeda-beda, tetapi mengarah pada satu pengertian yang sama. Beberapa konotasi makna itu diantaranya adalah sebagai    berikut :
a.       bermakna الحطة , yang mempunyai arti menurunkan atau merendahkan derajat.
b.      Bermaknaالاسقاط  , yang mempunyai konotasi menghubungkan.
c.       Bermaknaالاختلاق  , yang mempunyai arti membuat-buat.
d.      Bermaknaالاءلصاق  , yang mempunyai arti melekatkan.
Pengertian hadist maudlu’ secara istilah diberikan oleh para muhadditsin dengan redaksi yang berbeda-beda, tetapi pada intinya mempunyai kesamaan dalam hal prinsip makna yang mendasar.
الموضوع :الحديث المختلق المصنوع المكذب على رسول الله ص.م عمدا اوخطأ
Hadist Maudlu’ adalah hadist yang diciptakan dan dibuat-buat, yang bersifat dusta terhadap Rasulullah SAW, dibuat secara sengaja atau tidak sengaja.
الموضوع : هو الخبر الذى يختلقه الكذابون وينسبون الى رسول الله ص.م.افترائا عليه
Hadist yang diciptakan para pendusta yang disandarkan pada Rasulullah dengan tujuan untuk memperdayai.
الموضوع: المختلق المصنوع المنسوب الى رسول الله ص.م. زورا وبهتانا سواء كان ذالك عمدا اوخطأ
Hadist yang diciptakan dan dibuat-buat yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, secara palsu dan dusta, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Beberapa unsur penting dalam batasan definisi al maudlu’ adalah sebagai berikut :
a. unsurالوضع  (pembuatan) atau (dibuat-buat). Artinya apa yang disebut sebagai hadist oleh rowi penyampai riwayat itu adalah hadist ‘buatan’ dia sendiri, bukan ucapan perbuatan atau ketetapan nabi.
b. unsur الكذب (dusta) atau (menipu). Artinya apa yang dikatakan rowi sebagai hadist nabi adalah “dusta” dan “tipuan” belaka dari dirinya sendiri, karena bukan dari nabi.
c. unsur عمد(sengaja) dan خطأ (tidak sengaja). Artinya pembuatan hadist dusta yang disebut sebagai hadist nabi itu dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja.
Jadi, hadist maudlu’ itu adalah bukan hadist yang bersumber dari rasul atau dengan kata lain bukan hadist rasul, akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan suatu alas an kemudian dinisbatkan kepada rasul.[2]

2.      Latar Belakang Hadist Maudlu’
 Berdasarkan data sejarah yang ada pemalsuan hadist tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam akan tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non Islam. Ada beberapa motif yang mendorong mereka membuat hadist palsu, antara lain:
Ø  Pertentagan Politik
Konflik politik dan perseteruan yang terjadi dalam kubu umat Islam merupakan awal tumbuhnya benih-benih hadist palsu dan hal ini mendorong orang-orang yang tak bertanggung jawab untuk membuat-buat hadist palsu guna mendukung golongan mereka dan menjatuhkan golongan dan sekta lain. Karena faktor tersebutlah tidak heran jika kita menemukan sekian banyak hadist palsu yang berisi sanjungan dan pembelaan terhadap tokoh-tokoh tertentu dan merendahkan martabat tokoh yang lain.
Hadist-hadist palsu berisi sanjungan terhadap Sayyidina Ali, Abu Bakar, Usman, Abbas, Muawiyyah dan masih banyak yang lain. Misal hadsit:
ابو بكر يلى امتى بعدي
 “ Abu Bakar yang memimpin umatku setelahku.”

Ø  Motif untuk merusak agama
Cara ini dilakukan oleh kaum Zindik yaitu sebuah golongan yang berpaham atheis namun berkedok Islam padahal dalam hatinya terdapat kedengkian dan permusuhan terhadap Islam dan Muslimin. Mereka adalah Ahlu nifaq dari genrasi yang terkalahkan oleh Islam yang kemudian menampakkan perilaku yang berbeda dengan apa yang ada di dalam hati. Hakikatnya mereka ingin merusak agama dengan menyusup lewat Al-Qur’an namun gagal, dan kini mereka masuk dan menyebarkan virus kerusakan melalui hadist, dengan melaukan pemalsuan terhadaap hadist nabi Saw. Contoh;
 “Aku adalah nabi terakhir dan tidak ada Nabi setelahku kecuali jika Allah menghendaki”
Ø  Mencari muka di hadapan para pembesar
 Cara ini banyak dilakukan oleh ahlu hikayah (tukang cerita) dan para ulamaussu’ yang rela menjual agama dengan imbalan materi duniawi dengan cara memutarbalikkan dalil agama guna mendapat kedudukan kedudukan dan kedekatan disisi para pembesar. Seperti yang dilakukan oleh ghiyats bin Ibrahim tatkala datang kepada Al mahdi Al Abbasi ( seorang pemimpin dinasti abbasiyah) yang gandrung memelihara merpati dan saat itu sdang bermain adu burung merpati. Melihat ghiyats datang Al mahdi bertanya, “ coba jelaskan tentang hadist yang kau ketahui dari rosullulah Saw.” Ghiyats menjawab, rosullulah saw bersabda: “ tidak boleh seorang pun melakukan lomba dan aduan kecuali pada ketangkasan memanah’ menunggang kuda dan unta. Hadist berhenti hingga disini, namun kemudian ditambah dengan kata “ atau yang bersayap”
Mendangar pernyataan itu Al- Mahdi member imbalan uang kepada ghiyats . setelah ia pergi, Al mahdi berkata” ketauhilah bahwa dia itu seorang pendusta” lalu al mahdi memotong burung merpatinya dan enggan bermain lagi.
Termasuk juga hadist palsu yang di buat oleh ahlu hikayat seperti: --
“ pada saat terjadi banjir, kapal nabi nuh berputar thawaf  tujuh kali di ka’bah dan solat dua rokaat di makam Ibrahim.
Ø  Bertujuan untuk Targhib wa tarhib
Kebodohan terhadap agama tidak jarang menjuruskan seseorang pada bentuk kesalahan dalam mempraktikan ajaran agama. Maksut baik jika tidak di tunjang dengan pemahaman yang benar lebih sering berdampak buruk daripada memberi manfaat hal itu terjadi kepada kelompok orang yang menisbatkan dirinya pada kaum sufi. Mereka sengaja membuat banyak hadist yang isinya menyentuh hati terkadang dengan maksud baik untuk megajak orang berbuat kebajikan dan kembali ke jalan yang benar.
Hadist-hadist mereka deiterima oleh sebagian orang karena positif thingking dengan kepribadian baik mereka dan perilaku yang selalu menampakkan kesan ahli ibadah dan zuhud, dan kenyataanya memang mereka ahli ibadah. Imam Muslim mereiwayatkan dari Yahya bin said al-Qathan mengatakan saya tidak melihat orang baik yang banyak berdusta dalam hadist seperti mereka. Seperti hadist:
“ Barangsiapa mengucapkan Lailahaillallah maka Allah akan menciptakan baginya pada setiap kalimat seekor burung paruhnya terbuat dari emas dan bulunya dari permata….
Tersmasuk hadist-hadist fadhilah-fadhilah (keutamaan) membaca surat-surat tertentu dalam al-Qur’an. Banyakya hadst palsu tetang keutamaan membaca al-Qur’an yang pada saat itu benyak orang berpaling dari al-Qur’an dan asyik mempelajari fiqih dan sejarah. Melihat kondisi semacam ini, para mutashohhifin berinisiatif membuat hadist-hadist yang isinya berkaitan dengan keutamaan membaca Al-Qur’an agar orang-orang mau kembali membaca dan mengaji Al-Qur’an.
Ø Untuk mendukung kepada madzhab tertentu terutama madzhab-madzhab kelas atas secara politis sesudah munculnya fitnah dan pecahnya suasana politik, seperti Kawarij dan Syi,ah, masing-masing firqoh membuat hadis-hadsi maudlu, untuk memperkuat madzhabnya, seperti hadis “Ali r.a adalah sebaik-baik manusia barangsiapa meragukan dalam hal itu maka ia telah kafir”.[3]
Satu hal yang patut disayangkan, ternyata dalam beberapa kitab tafsir masih ditemukan hadis-hadis palsu termuat disana. Hampir terdapat pada setiap surat Al-Qur’an mereka mencamtumkan fadhilahnya. Padahal kita tahu tidak setiap surat memiliki fadhilah yang dijelaskan melalui hadist. Ada hadist yang menjelaskan secara umum keutamaan membaca Al-Qur’an, dan ada pula hadist yang secara khusus menjelaskan kelebihan dan keutamaan sebagian surat dalam Al-Qur’an.[4]

3.      Tanda-tanda Hadist Maudlu’
Hadist maudlu’ dapat diketahui melalui tanda-tandanya baik yang ada pada Sanad atau pada Matan.
1)      Tanda-tanda Maudlu’ pada Sanad
Banyak tanda-tanda maudlu’, diantaranya sebagi berikut:
a.       Banyak pengakuan pembuatannya sendiri
Sebagaimana pengakuan Abdul Karim bin Abu Al-Auja ketika akan dihukum mati ia mengatakan: “Demi Allah aku palsukan padamu 4.000 buah hadist. Di dalmnya aku haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram. “Kemudian di hokum pancung lehernya atsa intruksi Muhammad bin Sulaiman bin Ali gubernur Basrah ( 160-173 H). Maysarah bin Abdi Rabiah Al-Farisi mengaku banyak membuat hadist maudlu’ tentang keutamaan Al-qur’an dan keutamaan Ali. Ia mengaku bahwa hadist maudlu’ lebih dari 70 hadist. Demikian juga Abu Ishmah bin Maryam yang bergelar Nuh Al-Jami’ mengaku banyak membuat hadist maudlu’ yang disandarkan kapada Ibnu Abbas tentang keutamaan Al-qur’an.
b.      Adanya bukti qarinah (menempati pengakuan)
Seperti seseorang yang meriwayatkan hadist dengan ungkapan yang mentap serta meyakinkan (jazam) dari seseorang syaikh padahal dalam sejarah ia tidak pernah bertemu atau dari seorang syaikh disuatu negeri yang tidak pernah berangkat ke luar atau seseorang syaikh yang telah wafat sementara ia masih kecil atau belum lahir. Untuk megrtahui ini harus mempelajari buku-buku Tawarikh Ar-Ruwah.
       Ma’mun bin Ahmad Al-Harawi mengaku mendengar hadist dari Hisyam bin Hammar. Al-Hafizh bin Hibban bertanya: “Kapan Anda datang ke Syam?” Ma’mun menjawab: “Pada tahun 250 H. “Ibnu Hibban menjelaskan, bahwa Hisyam bin Ammar meninggal pada tahun 245 H. sambut Ma’mun: “Hisyam bin Ammar yang lain. “ Hal ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa ia tidak pernah bertemu dengan Hisyam bin Ammar.
c.       Adanya bukti pada keadaan perawi
Seperti yang disandarkan Al-Hakim dari Saif bin Umar Al-Tamimi, aku di sisi Sa’ad bin Thaif, ketika anaknya pulang dari sekolah (al-kuttab) menagis, ditanya bapaknya: “Mengapa engaku menagis?” Anaknya menjawab: “Dipukul gurunya.”Lantas Sa’ad berkata saya bikin hina mereka sekarang” Memeberiatakan kepadaku Ikrimah dan Ibnu Abbas secara marfu’:
معلمو صيابكم شراركم اقلهم رحمة لليتيم واغلظهم على المساكين
Guru-guru anak kecilmu adalah orang yang paling jelek diantara kamu. Mereka paling sedikit sayangnya terhadap anak yatim dan yang paling kasar terhadap orang-orang miskin.
Ibnu Ma’in berkata: “tidak halal seseorang meriwayatkan suatu hadist dari Sa’ad bin Tharif. “Ibnu Hibban berkomentar: “Ia memalsukan hadist.”Al-Hakim juga berkata:”Ia dituduh sebagai Zindik dan gugur dalam periwayatan.”
d.      Kedustaan Perawi
Seorang perawi yang dikenal dusta meriwayatkan suatu hadist sendirian dan tidak ada seorang tsiqah yang meriwayatkannya.
2)      Tanda-tanda Maudlu’ pada Matan
a.       Lemah susunan lafal dan maknanya
Salah satu tanda ke-Maudlu’an suati hadist adalah lemah dari segi bahasa dan maknanya. Secara logis tidak dibenarkan bahwa ungkapan itu datang dari Rasul. Banyak hadist-hadist panjang yang lemah susunan bahasa dan maknanya. Seorang yang memiliki keahlian bahasa dan sastra memiliki ketajaman dalam memahami hadist dari nabi atau bukan hadist Maudlu’ ini bukan bahasa Nabi yang mengandung sastra (fashahah), karena sangat rusak susunannya. Ar-Rabi’ bin Khat’s yang berkata:
ان للحديب ضوءا كضوئ النهار نعرفه وظلمة كظلمة الليل ننكره
Sesungguhnya hadist itu bercahaya seperti siang kami memngenalnya dan memiliki kegelapan bagaikan gelap malam kami menolaknya.
Hadist palsu jika diriwayatkan secara eksplit bahwa ini lafal hadist dari Nabi dapat dideteksi oleh para pakar yang ahli dalam bidangnya sehingga tercium bahwa ini hadist yang sesungguhnya dan hadist palsu. Jika tidak dinyatakan secara eksplit, Ibnu Hajar Al-Asqalani, hadist itu dikembalikan pada maknanya yang rusak, karena bisa jadi ia beralasan riwayah bi al ma’na atau karena tidak menyusunnya secara baik.
b.      Rusaknya Makna
Maksud rusaknya makna karena bertentangan dengan rasio yang sehat, menyalahi kaidah kesehatan, mendorong pelampiasan biologis seks, dan lai-lain, dan tidak bisa di takwlikan, Misalnya sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Al-Jauzi dari jalan Thariq Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ayahnya dari kakeknya secara marfu’:
ان سفينة طافت بلبيت سبعا وصلت عند العقام ركعتين
Bahwasanya perehu Nabi Nuh berthawaf di Bait (Ka’bah) tujuh kali dan salat di Maqam Ibrahi dua rakaat.
Hadist ini maudlu’ karena irrasional, tidak mungkin secara akal parahu malakukan berputar –putar (thawaf) mengelilingi ka’bah 7 kali seperti orang yang sedang melakukan thawaf haji. Demikian juga melakukan shalat di Maqam Ibrahim.
Contoh lain, seperti:
انظر الى الوجه الحسن يجلو البصر والنظر الى الوجه القبيح يورث الكلح
Memandang wajah yang cantik dapat menerangkan mata dan memandang wajah yang jelek menyebakan sedih.
c.        Menyalahi tedan teks Al-Qur’an atau Hadist Mutawatir
Termasuk tanda maudlu’adalah manyalahi Al-qur’an atau hadist mutawatir dan tidak mungkin di takwilkan, kecuali jika dapat di komppromikan melalui takhsis al-‘amm atau tafshil al-muljam dan lain-lain sebagaimana langkah-langkah pemecahan yang telah dilakukan ushul fiqih . contoh hadist palsu yang bertentangan dengan ayat al-qur’an misalnya:
ولد الزانا لايدخل الجنة الى سبعة ابناء
Anak zina masuk tidak bisa masuk surga sampai tujuh keturunan.
Dan tidaklah seseorang membuat dosa melainkan kemaharatannya kembali kepada dirinya sendiri. (QS. Al-An’am 6: 164)
Contoh hadist palsu yang bertentangan dengan hadist mutawatir
اذا حدثتم عنى بحديث يوافق الحق فخذوا به حدثت به اولم احدث
Jika kalian memberikan suatu hadist dari padaku sesuai kebenaran, maka ambilah baik aku memberitakan atau tidak.
من كذب علي متعمدا فليتبواء مقعده من النار
Barang siapa yang mendustakan dengan sengaja, maka hendak siap-siaplah temapat tinggalnya di dalam neraka.
d.      Menyalahi realita sejarah
Maisalnya hadist yang menjelaskan bahwa Nabi memungut jizyah (pajak) pada penduduk Khaibar dengan di saksikan oleh Sa’ad bin Mu’adz padahal Sa’ad telah meniggal pada masa perang Khandaq sebelum kejadian tersebut. Jizyah disyariatkan setelah perang Tabuk pada Nashrani Najran dan Yahudi Yaman.
e.       Hadist dengan Madzhab perawi
Misalnya, hadist yang diriwayatkan oleh Habbah bin Juwaini, ia berkata: Saya mendengar Ali berkata:
عبدة الله مع رسوله قبل ان يعبده احد من هذه الامة خمس سنين او سبع سنين
Aku menyembah Tuhan bersama Rasul-Nya sebelum menyembah-Nya seorang pu dari umat ini lima atau tujuh tahun.
Hadis ini mengkultusukan Ali beribadah beribadah bersama Rasul lima atau tujuh tahun sebelum umat ini.
f.       Mengandung pahala yang berlebihan bagi amal yang kecil
Biasanya motif pemalsuan hadist ini disampaikan para tukang kisah yang ingin menarik perhatian para pendengarnya atau agar menarik pendengar umtuk melakukan perbuatan amal saleh. Tetapi memang terlalu tinggi dalam membesarkan suatu amal kecil dengan pahala yang berlebihan. Misalnya :
من صلى الضحى كذا وكذا ركعة اعطي ثواب سبعين نبيا
Baransiapa yang shalat dhuha sekian rakaat diberi pahala 70 nabi.
g.      Sahabat dituduh menyembunyikan hadist
Sahabat dituduh menyembunyikan hadist dan tidak menyampaikan atau tidak meriwayatkan kepada orang lain, padahal hadist itu secara transparan harus disampaikan Nabi. Misalnya, Nabi memegang tangan Ali bin Abi Thalib di hadapan para sahabat semua, kemudian bersabda:
هذا وصي واخي والخليفة من بعدي
Ini wasiatku dan saudaraku dan khalifah setelah aku.

Seandainya itu benar hadist dari Nabi tentu banyak di antara sahabat yang meriwayatkannya, karena maslahnya adalah untuk kepemimpinan. Tidak mungkin para sahabat diam tidak meriwayatkan jika hal itu benar pada Rasulullah.
Demikian tanda-tanda ke maudlu’an hadist para ahli hadist yang bergelut dalam bidangnya mengetahui secara dalam sekalipun baru mencium perbedaan antara hadist yang disampaikan Rasulullah atau susunan pendusta.[5]
Menurut Abdul Qadir Hasan, menyatakan bahwa tidak mudah orang dapat membedakan hadis-hadis yang dipalsukan. Hanya dapat diketahui oleh para ahli hadist yang pengetahuannya luas, tajam pemikirannya, dan kuat hafalannya. Sesungguhnya pun begitu, para ahli menunjukkan beberapa tanda-tanda itu adalah sebagai berikut:
ü  Susunan redaksinya kacau, yang tidak ,mungkin disabdakan oleh Nabi seperti itu.
ü  Mtannya bertentangan dengan ketetapan agama yang kuat dan jelas.
ü  Ada beberapa tanda yang sah, yang menunjukkan atsa kepalsuannya.
ü  Matannya nyata-nyata bertentangan dengan ayat0ayat al-Qur’an.
ü  Matanya berlawanan dengan keutamaan ajaran Islam yang umum.
ü  Matannya bertentangan dengan hal keimanan.
ü  Matannya bertentangan dengan akal sehat.
ü  Lafal hadistnya lemah dan tidak baik, yang ditolak oleh tabi’at dan tidak enak didengar, yakni bertentangan dengan struktur bahasa Arab.
ü  Adanya pengakuan yang dapat diterima dari pemalsu bahwa dialah yang membuat hadist itu.[6]
4.      Tokoh-tokoh (pemalsu hadist) dan Kitab-kitab Hadist Maudlu’
                     I.            Tokoh-tokoh
Di antara para pendusta hadist yang diketahui setelah penelitian yang dilakukan oleh para ulama’, adalah sebagi berikut;
1)      Aban bin ja’far al-Numaqini, membuat 300 buah hadist yang disandarkan kapada Abu Hanifah.
2)      Ibrahim bin Zaid Al-Islami, membuat hadist disandarkan dari Malik.
3)      Ahmad bin Abdullah Al-Juwaini, juga membuat beribu-ribu hadist kepentingan kelompok Al-Karramiyah.
4)      Nuh bin Abu Maryam membuat hadist maudlu’ tentang fadhail surah-surah dalam al-Qur’an.
5)      Muhammad bin Syuja’ Al-Wasithi, Al-Harits bin Abdullah Al-A’war, Mauqatil bin Sulaiman, Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, dan Ibnu Abu Yahya.
6)      Abas bin Dhahhak.
7)      Ali bin Urwah Ad-Dimasyiqi.
8)      Abu Dawud An-Nask’I, namanya Sulaiman bin Amr.
9)      Al-Mungkirah bin Syu’bah Al-Kufi.
10)  Al-Waqidi, namanya Muhammad bin ‘Umar bin Waqid.
11)  Ghiats bin Ibrahim An-Nakh’i.
12)  Hammad bin Amr An-Nashibi.
13)  Ibnu Jahdham.
14)  Ishaq bin Najih.
15)  Ibarahim bin Muhammad bin Abi Yahya.
16)  Maisarah bin Abdi Rabbih Al-Farisi.
17)  Muhammad bin Sa’ib Al-Kalbi.
18)  Muhammad bin Sa’id Asy-Syami Al-Mashlub.
19)  Ma’mun bin Ahmad Al-Harawi.
20)  Muhammad bin kasyah Al-Karmani.
21)  Muhammad bin Qasim Ath-Thaikani.
22)  Muhammad bin Ziad Al-Lasykuri.
23)  Muqatil bin Sulaiman Al-Bukhli.
24)  Muhammad bin Tamin Al-Fariyabi.
25)  Umar bin Rasyid Al-Madani.
26)  Umar bin Shabih Al-Khurasani.
27)  Umar bin Zaid.
28)  Wahb bin Wahb Al-Qadhi abu Al-Bukhari.
29)  Zaid bin Rifa Al-Hasyimi.[7]
                  II.            Kitab-kitab
Kebanyakan hadist palsu ini terdapat dalam kitab-kitab tafsir, tarikh dan sebaginya, yakni seperti Tafsir Baidlawi, Tafsir Kalbi, Muqatil, kitab Muhammad bin Is-haq tentang peperangan dan beberapa kitab-kitab al-Waqidi, Asy-Syaukani, Az-Zamakhsari.
Kitab-kitab Maudlu’ yang terkenal adalah sebagai berikut:
·         Tadzkirah Al-Maudlu’, karya Abu Al-Fadhal Muhammad bin Thahir Al-Maqsidi (448-507 H). Kitab ini menyebutkan hadist secara alphabet dan disebutkan nama perawi yang dinilai cacat (tajrih).
·         Al-Maudlu’ Al-Kubra, karya Abu Al-Faraj Abdurrahman Al-Jauzi (508-597 H)
·         Al-La’alli Al-Masnu’ah fi Al-Ahadits Al-Mawdlu’ah, karya Jalaludin As-Suyuthi (849-911)
·         Al-Baits ‘ala Al-Khalasah min Hawadits Al-Qashas, karya Zainuddin Abdurrahman Al-Iraqi (725-806 H)
·         Al-Fawaid Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Mawdlu’ah, karya Al-Qadhi Abu Abdullah Muhammad bin Ali Asy-Syaukani (1173-1255 H).
5.      Contoh-contoh Hadist Maudlu’
*ان القمر دخل في جيب ص وخرج من كمه
Artinya: Sesungguhnya bulan pernah masuk dalam saku baju Nabi saw.,dan keluar dari tangan bajunya.
Keterangan:
a.       Ucapan ini bukan Sabda Nabi,tetapi orang katakan hadist Nabi saw. Jadi dinamkan Maudlu’
b.      Tukang-tukang cerita sering membawakan hadist ini waktu menceritakan perjalanan atau Maulid Nabi,dengan maksud supaya orang tertarik mendengarkan ceritanya.
c.       Perasaan atau keyakinan kita mesti mendustakan isinya, karena tidak terbayang dalam fikiran, bahwa bulan yang beritu besar dapat masuk dalam saku baju Nabi yang tidak beda dengan saku-saku kita, dan keluar dari lubang tangan baju yang besarnya sudah kita ma’lum.

*لو كان رجلا لكان حليما مااكله الجائع الا شبعه
Artinya; kalau sekiranya beras itu seorang laki-laki, niscaya adalah ia, seorang yang tidak lekas marah; ia mesti mengenyangkan lapar yang memakannya.
Keterangan:
1.      Omongan ini, bukan sabda Nabi, tetapi orang sandarakan kepada beliau; Jadi dinamakan maudlu’;
2.      Isinya seperti omongan kanak-kanak. Tidak pantas keuar dari orang-orang yang utama, apalagi Nabi. Orang yang mendengarnya akan mengejeknya, orang yang mengucapkannya itu.
*Ada hadist yang mengatakan bahwa orang yang bernama Muhammad atau Ahmad, jasadnya tidak akan disentuh oleh api neraka.
Keterangan:
1.      Karena hadist itu dan yang seumpamanya bukan sabda Nabi saw.,hanya buatan orang saja, maka dinamakan dia Hadist maudlu’
2.      Dan lagi hadist itu terang-terang berlawanan dengan ketetapan Agama, yaitu bahwa manusia tidak disentuh api neraka semata-mata dengan iman dan ‘amal salihnya, bukan karena namanya. Adapun hal nama, sekali-kali tidak ada hubungannya dengan urusan sorga atau neraka.
3.      Ada beberapa hadist Nabi yang menyuruh kita memilih nama-nama yang baik arti atau maknanya, tetapi tidak ada janji ganjaran atau adzab seperti hadist-hadist maudlu’ yang diatas.
*الارض على صخرة والصخرة على قرن ثور فاذا حرك الثور قرنه تحركت الصخرة
Artinya: Bumi itu terletak atas sebuah batu yang besar, dan batu besar itu terletak atas tanduk seekor sapi; maka apabila sapi itu menggerakkan tanduknya, bergoyanglah pula batu besar itu.
Keterangan;
1.      Hadist ini maudlu’ karena bukan sabda Nabi saw., hanya orang yang mengada-adakan atas namanya.
2.      Menerut pemeriksaan ahli ‘alam bahwa bumi kita ini, di sebelah luarnya diliputi oleh semacam udara. Udara inilah yang menahan bumi dari sekalian penjurunya. Selain dari itu tidak ada yang lain lagi. Isi hadist buatan ini bertentangan dengan penyaksian ilmu tersebut.
3.      Dalam hadist itu dikatakan, bahwa kalau sapi itu menggoyangkan tanduknya, bergelaklah batu besar.
Jadi, kalau batu besar itu bergerak, tentu bergoyang pula dunia kita ini. Kalau bergoyang, berarti seluruh dunia gempa, padahal sering kita menyaksikan, bilamana di satu tempat ada gempa, di lain tempat tidak ada gempa. Belum pernah terjadi seluruh dunia gempa dalam satu masa.
Inipun menunjukkan kedustaan hadits yang orang katakan sabda Rasulullah saw.,itu.
*Ada hadist menerangkan, bahwa umur dunia ini 7.000 tahun, dan…………….
Keterangan:
1.      Hadist itu memberi arti, bahwa Nabi-begitu juga kita, umpamanya-dapat mengetahui waktu hari kiamat. Ini bertentangan dengan firman Allah di surat al-a’raf 187;
*يسئلونك عن الساعة ايان مرسها قل انما علمها عند ربي
Artinya: Mereka akan bertanya kepadamu tentang hari Qiamat; “Bilalah datangnya” Jawabnya: “Hanya pada sisi Tuhanku-lah pengetahuan tentangnya”.
Menurut ini, nyatalah bahwa tidak ada seorangpun dapat mengetahui waktu hari Qiamat, baik Malaikat, Nabi-nabi atau kita .
2.      Karena menurut fikiran kita, bahwa sabda Nab tidak akan dapat bertentangan dengan firman Allah, yaitu Qur’an, maka teranglah bahwa ketentuan umur dunia 7.000 tahun itu, bukan hadist Nabi yang sebenarnya, tetapi adalah buatan orang. Yang begini dinamakan maudlu’.
انلظر الى الوجه الجميل عبادة
Artinya: Melihat wajah yang cantik itu, satu ‘ibadat.

Keterangan:
1.      Barangsiapa memperlihatkan isi ucapan tersebut, tentu akan mengatakan, bahwa maksudnya itu untuk membangunkan syahwat manusia, sehingga orang mau mengerjakan perbuatan yang senonoh, sedang salah satu daripada keutamaan manusia ialah menjaga syahwatnya.
Teapai hadist tersebut berlawanan dengan keutamaan ini.
2.      Sabda Nabi tidak akan bertentangan dengan sifat keutamaan manusia, tetapi hadist itu nyatanya berlawanan; teranglah bahwa itu bukan hadist Rasulullah saw.[8]

E.  HUKUM  MERIWAYATKAN HADIST MAUDLU’
Para ulama sepakat bahwasannya diharamkan meriwayatkan hadits maudlu’ dari orang yang mengetahui kepalsuannya dalam bentuk apapun, kecuali disertai penjelasan akan ke-maudlu’annya, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam :
Barangsiapa yang menceritakan hadits dariku sedangkan dia mengetahui bahwa itu dusta, maka dia termasuk para pendusta (HR. Muslim). [9]
Sabda Nabi SAW : , yakni baik berupa perkataan, perbuatan taqrir,atau apa saja yang disandarkan orang kepada Nabi SAW, apakah menyangkut masalah-masalah ahkam , aqidah, tafsir Qur’an, targhib dan tarhib atau
keutamaan-keutamaan amal , tarikh/kisah-kisah dan lain-lain. yakni sifatnya baru “zhan” tidak meyakini baik ia sebagai ahli hadits atau diterangkan oleh ahli hadits , kemudian ia meriwayatkannya dengan tidak memberikan penjelasan akan kepalsuannya, yakni yang membuat hadits palsu dan ia sendiri yang menyebarkannya.
Berkata Imam Ibnu Hibban dalam syarahnya atas hadits ini di kitabnya “Adl-Dlu’afaa” : “Di dalam kabar ini ada dalil tentang sahnya apa yang telah kami terangkan, bahwa orang yang menceritakan hadits apabila ia meriwayatkan apa-apa yang tidak sah dari Nabi SAW, apa saja yang diadakan orang atas beliau SAW, sedangkan ia mengetahuinya, niscaya ia termasuk salah seorang dari pendusta”.
·         Berdasarkan hadits shahih di atas dan, maka Ulama-Ulama kita telah IJMA’ tentang haramnya -termasuk dosa besar- meriwayatkan hadits-hadits maudlu’ apabila ia mengetahuinya tanpa disertai dengan bayan/penjelasan tentang kepalsuannya. Ijma Ulama di atas menjadi hujjah atas kesesatan siapa saja yang menyalahinya. . Al-Qaulul Badi’ fish-shalati ‘Alal Habibisy Syafi’. Ikhtisar Ibnu Katsir dengan syarah Syaikh Ahmad Syakir Qawaa’idut Tahdist .
·         Demikian juga orang yang meriwayatkan hadits yang ia sangka saja hadits itu palsu atau ia ragu-ragu tentang kepalsuannya atau shahih dan tidaknya, maka menurut zhahir hadits dan fiqih Imam Ibnu Hibban orang tersebut salah satu dari pendusta. Menurut Imam Ath-Thahawiy diantara syarahnya terhadap hadits di atas di kitabnya “Musykilul Atsar” : Barangsiapa yang menceritakan dari Rasulullah SAW dengan dasar ZHAN , berarti ia telah menceritakan dari beliau dengan tanpa haq, dan orang yang menceritakan dari beliau dengan cara yang batil, niscaya ia menjadi salah seorang pendusta yang masuk ke dalam sabda Nabi SAW :”Barangsiapa yang sengaja berdusta atas ku, hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di neraka”. .
·         Bahwa orang yang menceritakan kabar dusta, termasuk salah satu dari pendusta, meskipun bukan ia yang membuat kabar dusta tersebut .
·         Menunjukkan bahwa tidak ada hujjah kecuali dari hadits-hadits yang telah tsabit dari Rasulullah SAW.
·         Wajib menjelaskan hadits-hadist maudlu’/palsu dan membuka aurat rawi-rawi pendusta dan dlo’if dalam membela dan membersihkan nama Rasulullah SAW. Tentu saja pekerjaan yang berat ini wajib dipikul oleh ulama-ulama ahli hadits sebagai Thaaifah Mansurah.
·         Demikian juga ada kewajiban bagi mereka mengadakan penelitian dan pemeriksaan riwayat-riwayat dan mendudukkan derajad-derajad hadits mana yang sah dan tidak.
·         Menunjukkan juga bahwa tidak boleh menceritakan hadits dari Rasulullah SAW kecuali orang yang tsiqah dan ahli dalam urusan hadits.
·         Menunjukkan juga bahwa meriwayatkan hadits atau menyandarkan sesuatu kepada Nabi SAW, bukanlah perkara yang “ringan”, tetapi sesuatu yang “sangat berat” sebagaimana telah dikatakan oleh seorang sahabat besar yaitu Zaid bin Arqam (Berkata Abdurrahman bin Abi Laila : Kami berkata kepada Zaid bin Arqam : ” Ceritakanlah kepada kami dari Rasulullah SAW !. Beliau menjawab : Kami telah tua dan lupa, sedangkan menceritakan hadits dari Rasulullah SAW sangatlah berat “. ). Oleh karena itu wajiblah bagi setiap muslim merasa takut kalau-kalau ia termasuk salah seorang pendusta atas nama Rasulullah SAW. Dan hendaklah mereka berhati-hati dalam urusan meriwayatkan hadits dan tidak membawakannya kecuali yang telah tsabit dari Rasulullah SAW menurut pemeriksaan ahli hadits. [10]

D.PENUTUP
Demikainlah makalah yang dapat kami sampaikan, semoga dapat member manfaat, dan wawasan bagi kita semua, bagi para pembaca umumnya dan pemakalah khususnya. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapakan demi kesempurnaan makalh ini selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

A.Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadits, Jawa Barat: CV.Diponegoro, 2007,
Dr. H .Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Jakarta : Amzah,2008,hal, 2008-2013
Dr. Mohammad Najib, Pergolakan Politik Umat Islam dalam Kemunculan Hadist Maudhu’, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2001, hal. 37-41
Dr.Badri Khaeruman, M.Ag., Ulum Al-Hadis,Bandung: Pustaka Setia,
Dr.Mahmud Thahhan, Taisir Musthalah Hadis, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
H. Zeid B.Smeer, Lc.,M.A., Ulumul Hadis (Pengantar Studi Hadis Praktis), Malang: UIN Malang Press(IKAPI), 2008.


[1] H. Zeid B.Smeer, Lc.,M.A., Ulumul Hadis (Pengantar Studi Hadis Praktis), Malang: UIN Malang Press(IKAPI), 2008, hal.71

[2] Dr. Mohammad Najib, Pergolakan Politik Umat Islam dalam Kemunculan Hadist Maudhu’, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2001, hal. 37-41
[3] Dr.Mahmud Thahhan, Taisir Musthalah Hadis, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997, hal.98-99
[4]Op.Cit, hal.73-78
[5] Dr. H .Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, Jakarta : Amzah,2008,hal, 2008-2013
[6] Dr.Badri Khaeruman, M.Ag., Ulum Al-Hadis,Bandung: Pustaka Setia, hal. 166-167
[7] Ibid, hal.179-180
[8] A. Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadits, Jawa Barat: CV.Diponegoro, 2007, hal.124-127
[10] http://blog.re.or.id/hukum-meriwayatkan-hadits-maudlupalsu.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar