A.PENDAHULUAN
Pendidikan memiliki peran penting
pada era sekarang ini. Karena tanpa melalui pendidikan proses transformasi dan
aktualisasi pengetahuan moderen sulit untuk diwujudkan. Demikian halnya dengan
sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah dalam pencapaiannya harus melalui
proses pendidikan yang ilmiah pula. Yaitu melalui metodologi dan kerangka
keilmuan yang teruji. Karena tanpa melalui proses ini pengetahuan yang didapat
tidak dapat dikatakan ilmiah.
Dalam
Islam pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu saja,
melainkan dilakukan sepanjang usia (long life education). Islam
memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan
pengetahuan. Tua atau muda, pria atau wanita, miskin atau kaya mendapatkan
porsi sama dalam pandangan Islam dalam kewajiban untuk menuntut ilmu
(pendidikan). Bukan hanya pengetahuan yang terkait urusan ukhrowi saja
yang ditekankan oleh Islam, melainkan pengetahuan yang terkait dengan urusan duniawi
juga. Karena tidak mungkin manusia mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa
melalui jalan kehidupan dunia ini.
Islam
juga menekankan akan pentingnya membaca, menelaah, meneliti segala sesuatu yang
terjadi di alam raya ini. Membaca, menelaah, meneliti hanya bisa dilakukan oleh
manusia, karena hanya manusia makhluk yang memiliki akal dan hati. Selanjutnya
dengan kelebihan akal dan hati, manusia mampu memahami fenomena-fenomena yang
ada di sekitarnya, termasuk pengetahuan. Dan sebagai implikasinya kelestarian
dan keseimbangan alam harus dijaga sebagai bentuk pengejawantahan tugas manusia
sebagai khalifah fil ardh
B.RUMUSAN MASALAH
Dari
pemaparan diatas pemakalah menarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.Apa
itu macam-macam keseimbangan dalam hidup?
2.
Bagaimana kesimbangan pendidikan menurut
Islam?
C.PEMBAHASAN
A.Macam-macam keseimbangan dalam hidup
Allah telah memberikan predikat kepada umat islam
sebagai umat yang pertengahan, yaitu umat yang berada di tangah-tengah antara
umat-umat lainnya. Umat yang berada di tengah karena mampu menyeimbangkan dan
meratakan amal dalam seluruh aspek kehidupan ini. Allah Subhanahu Wata’ala
berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا .
Artinya:
143.
dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. “(Al-Baqarah: 143)
Umat Islam menjadi
umat pertengahan dan mampu menjadi saksi bagi umat-umat yang lainnya, karena
mempnyai beberapa kelebihan. Diantaranya adalah:
Ø Pertama,Seimbang antara Ilmu dan Amal
Seoarang muslim dalam hidupnya harus
bisa menyeimbangkan antara ilmu dan amal. Tidak boleh hanya menekankan ilmu
saja, tanpa diimbangi dengan amal perbuatan yang nyata. Sifat seperti ini
adalah sifat yang dimurkai oleh Allah Subhanahu Wata’ala, Sebagaimana
dijelaskan dalm firman-Nya, dalam (Surat Shof ayat 2-3).
Artinya:
“2.
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak
kamu kerjakan?3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Mengatakan
sesuatu yang tidak dikerjakan , artinya seseorang hanya berkutat pada teori
belaka dan berjalan di atas konsep yang kosong. Dia menjadikan ajaran islam
hanya sebagai Islamologi, ilmupengetahuan
tentang islam yang hanya dibicarakan, didiskusikan dan diseminarkan
tanpa ada praktik dalam kehidupan sehari-hari. Lebih Ironis lagi, amalan
sehari-harinya justru bertentangan dengan ajaran Islam yang biasa dibicarakan
di berbagai tempat.
Ini adalah
sifat orang-orang yahudi . mereka dikaruniai oleh Allah ilmu yang sangat
banyak, tetapi perbuatan mereka tidak mencerminkan ilmu yang dimiliki, justru
digunakan untuk membuat kerusakan di muka bumi dengan menipu dan membodohi
orang lain demi kepentingan dunia mereka. Orang-orang yahudi inilah yang
dimurkai Allah di banyak tempat dalam Al-Qur’an. Disisi lain, umat islam juga
tidk boleh hanya menekankan amal ibadah saja tanpa diimbangi dengan ilmu yang
cukup. Sebelum beramal harus diketahui dulu teori dan ilmunya,. Sehingga
diharapakan amal yang dilakukan tersebut benar tidak menyeleweng.
Sehingga
dia akan berjalan pada jalan yang lurus dan benar yang akan mengantarkannya
pada tujuan. Beramal tanpa disertai ilmu yang cukup akan menyebabkan seseorang
tersesat dijalan, sehingga tujuannya tidak akan tercapai . Inilah yang
dilakukan oleh orang-orang Nashrani yang bersemangat di dalm beribadah, tetapi
malas menuntu ilmu sehingga di cap oleh Allah semoga umat yang sesat.
Allah
telah menggambarkan ketigs umat ini dengan cirinya masing-masing di dalam surat
Al-Fatihah,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
(٦)صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
(٧)
Artinya:”6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang
telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.
Jalan yang lurus adalah jalannya
umat islam, yaitu umat yag menggabungkan antar ilmu dan amal secara bersamaan.
Sedang jalan orang-orang yang dimurkai oleh Allah adalah jalannya umat Yahudi
yang hanya menekankan kilmuan dan kosong dari pengamalan. Sedang jalan-jalan
orang-oran yang sesat adalah jalannya umat Nashara yang hanya semangat dalam
beribadah, tapi tidak punya bekal ilmu yang cukup.
Ø Kedua, Seimbang antara rasa takut dan harapan
Seorang muslim di dalm hidupnya tidak boleh selalu di liputi
rasa takut terhadap dosa-dosa yang dikerjakannya, sehingga menimbulkan rasa
putus asa terhadap rahmat dan ampunan dari Allah. Sebaliknya pula, dia juga
tidak boleh berlebihan di dalam menghrap rahmat dan ampunan Allah sehingga
meremehkan dosa-dosa yang dikerjakan, bahkan menggap enteng dosa besar dengan
dalil bahwa Alla adalah Maha Pengampun.
Muslim
yang baik menggabungkan antara kedua hal diatas, Yaitu menggabungakn rasa takut
terhadap siksaan karena dosa-dosanya karena waktu yang sama, dia sangat
mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya. Dua hal ini merupakan dua sayap orang
muslimyang baik, sehingga dengan keduanya dia mampu terbang keangkasa dengan
bebas dan penuh percaya diri. Jika salah satu dari kedua sayap itu tidak ada,
maka secara otomatis dia aka terjatuh dalm jurang kehancuran dunia dan akhirat
kelak.
Allah SWT telah menggambarkan dengan indah kedua hal
tersebut yang terdapat dalam diri seorang muslim yang baik.
أُولَئِكَ الَّذِينَ
يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ
رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا (٥٧)
Artinya:
“57. orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari
jalan kepada Tuhan mereka[857] siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada
Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab
Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.
Ø Ketiga, Seimbang di dalam menjalankan
ajaran agama. Sehingga tidak bersikap berlebihan (ifraath) dan juga tidak
bersikap meremehkan (tafriith)
Seorang muslim tidak boleh berlebih-lebihan dalam menjalankan ajaran
Islam, yaitu melampui batas dari apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Misalnya belebih-lebihan dalam melaksanakan shalat Tahajud sehingga
tidak ada waktu tidur sama sekali, yang membuatnya lemah dan kusut pada pagi
hari, serta tidak semngat menjalani kehidupan sehari-hari karena belum
istirahat semalam penuh. Begitu juga seorang muslim tidak boleh melakukan
puasa” ngableng” (puasa setiap hari) tanpa berbuka sedikitpun, atau membujang
selamnya, tidak mau menikah dengan seorang perempuan dengan dalih bahwa menikah
itu akan melalaikan ibadahnya.
Itu semua adalah bentuk-bentuk berlebih-lebihan di dalam menjalankan
ajaran agama yang dilarang di dalam Islam. Islam mengjarkan kepada umatnya
untuk selama seimbang di dalam iadah dan muamalhnya. Dalam suatu Hadist yang
diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قا ل:قا ل رسول الله صلى الله عليه
وسلم: ان الدين يسر ولن يشا دا الدين احد الى غلبه فسددوا وقاربوا وابشروا
واستعينو بلغدوة والروحة وشيء من الد لجة
Artinya: “Sesungguhnya agama itu mudah,
dan tidaklah seseorang mempersulit diri berlebih-lebihan) didalam mengamalkan
agama ini, kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit) maka mereka
berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan berilah kabar
gembira dan minta tolonglah dengan Al-Ghadwah (berangkat di awal pagi) dan
ar-ruh (berangkat setelah dzuhur) dan sesuatu dari ad-duljah (berangkat diwaktu
malam)”. (HR. Bukhari, No.38)
Allah SWT
juga melarang umat-umat terdahulu untuk tidak berlebihan di dalam mengamalkan
agama. Sebagaimana larangan Allah dalam (Q.S Al-Maidah:77) yang berbunyi:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا
فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ
قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ (٧٧)
Artinya:”77.
Katakanlah:
"Hai ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan
cara tidak benar dalam agamamu. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka
telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang
lurus".
Disamping larangan berlebih-lebihan di dalam meelaksanakan
ajaran agama Islam, seorang Muslim dituntut juga untuk tidak meremehkan dan
bermalas-malasan. Jadi harus seimbang dan bersikap wajar.[1]
Ø Keempat,
keseimbangan antara dunia akhirat
Muslim yang baik dituntut untuk memikirkan dan mempersiapkan
diri untuk mencari bekal yang akan dibawa yang akan dibawanya ke alam akhirat
kelak, pada saat yang sama dia tidak boleh melupakan keberadaanya di dunia yang
di jalani ini, sebagaimana hadist Rasulullah SAW:
ليس بخير كم من ترك دنياه لما خرته و
لا اخرته لد نيا ه حتى يصيب منهما جميعا فان الد نيا بلا غ الى الا خرة و لما تكو
نوا كل على النا س (بن عساكر عن انس)
Artinya:
“Bukankah orang yang paling baik diantara kamu orang yang meninggalkan
kepentingan dunia untuk mengejar akhirat atau meninggalkan akhirat untuk
mengejar dunia sehingga dapat memadukan keduanya. Sesungguhnya kehidupan dunia
mengantarkan kamu menuju kehidupan akhirat. Janganlah kamu menjadi beban orang
lain”.(H.R. ‘Asakir dan Anas)[2]
Dari
hadist tersebut diljelaskan bahwa ada sebagian orang yang menugutamakan akhirat
dari pada kehidupan dunia, oleh karena itu dia akan terus berdzikir dan
beribadah kepada Allah dan melalaikan kehidupan dunia. Cara hidup seperti ini
bukanlah cara hidup yang baik menurut Rasulullah.
Ada
pula orang yang lebih mengutamakan kehidupan didunia dari pada kehidupan
akhirat, oleh karena itu dia akan terus bekerja untuk mengejar dunia, sehingga
ia lupa akan Allah. Cara hidup seperti ini juga bukanlah cara hidup yang baik
menurut Rasulullah. Kehidupan yang baik ialah kehidupan seseorang yang mampu
mampu menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya dengan menyadari bahwa
hidup didunia akan ada akhirnya, dan bekal bekal hidup di akhirat hanyalah amal
shaleh yang kita lakukan selam hidup didunia. Dan ada Hadist nabi yang juga menganjurkan untuk
seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat yaitu:
خيركم من لم يترك اخرته لدنياه
ولادنياه لاخرته ولم يكن كلا على الناس(رواه الخطيب عن انس)
Artinya:
“orang yang paling baik diantarakamu ialah, barang siapa yang tidak
meninggalkan akhiratnya karena dunianya, tidak pula meniggalkan dunianya karena
akhiratnya dan dia tidak menjadi beban orang banyak”.[3]
Sebagai
umat Islam kita dilarang untuk menjadi beban orang lain, maka dari itu kita
harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan kemampuan kita
sendiri.
Rasulullah
SAW memotivasi kita agar kita menjadi mukmin yang kuat, karena Allah menyukai
mukmin yang kuat. Dalam mencapai sesuatu yang bermanfaat kita harus
bersenmangat dan juga diiringi dengan memohon pertolongan Allah agar dipermudah
jalannya. Sebagaimana Hadis Nabi Muhammad SAW:
عن ابى هريرة رضي الله عنه المؤ من
القوي خير واحب الي الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير احرص على ما ينفعك واستعين
باالله ولما تعجز(رواه مسلم)
Artinya:
Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang
lemah, sedangkan pada masing-masing ada kebaikannya. Bersemangatlah lkamu untuk
mencapai sesuatu yang beermanfaat bagimu. Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
janganlah kamu merasa tidak berdaya”.(H.R. Muslim)
Dalam
mengerjakan sesuatu kita harus bersungguh-sungguh melakukannya agar hasilnya
baik, namun disaat beribadah kepada Allah kita harus dengan dengan setulus hati
bribadah kepada-Nya seakan-akan kita tidak akan pernah hidup lagi (mati
besok).Sebagiamana hadist Nabi:
اعمل لدنياك كاانك تعيش ابد وعمل
لماخرتك كانك تموت غدا(رواه البيهقي)
Artinya:“Bekerjalah
untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk
akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok”.[4]
B.Keseimbangan Pendidikan menurut Islam
Didalam al-Qur’an telah berkali-kali
menjelaskan akan pentingnya pengetahuan. Tanpa pengetahuan niscaya kehidupan manusia akan menjadi sengsara. Tidak hanya
itu, al-Qur’an bahkan memposisikan manusia yang memiliki pengetahuan pada
derajat yang tinggi. al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 menyebutkan:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya:.” Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Al-Qur’an juga telah menerangakn manusia agar mencari ilmu
pengetahuan, sebagaimana dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 122 disebutkan:
فَلَوْلا نَفَرَ
مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا
قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (١٢٢)
Artinya: “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Dari sini kita dapat mengetahui pentingnya pengetahuan bagi
kelangsungan hidup manusia. Karena dengan pengetahuan manusia akan mengetahui
apa yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang membawa manfaat
dan yang membawa madharat.
Dalam sebuah sabda Nabi Muhammad SAW, dijelaskan :
طلب العلم
فريضة علئ كل مسلم ومسلمة
Artinya:“Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim
laki-laki dan perempuan”.(H.R. Ibnu Majah)
Hadist tersebut
menunjukkan bahwa islam mewajibkan kepada seluruh pemeluknya untuk mendapatkan
pengetahuan. Yaitu, kewajiban bagi mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Islam menekankan akan pentingnya pengetahuan dalam kehidupan manusia akan
bejalan mengarungi kehidupan ini bagaikan orang tersesat, yang implikasinya
akan membuat manusia semakin terlunta-lunta kelak dihari akhirat.[5]
Orang yang mempunyai ilmu dengan orang yang tidak mempunyai
ilmu itu sangatlah beda. Karena orang yang mempunyai ilmu itu meskipun hidupnya itu dalam keadaan faqir, tentupun
orang itu akan tetap terasa nyaman tentram dalam hidupnya, dengan ilmu tadi
oang tersebut bisa menerima rizqi dari Allah SWT dengan ikhlas sehingga oaran
tersebut akan bersyukur dengan segala apa yang diberiakn oleh Allah.
Dan juga masalah ibadah orang yang mempunyai ilmu tentu
ibadahnya akan lebih sempurna daripada orang yang ibadahnya orang yang tidak
mempunyai ilmu. Maka dari itu barang siapa yang ingin mendapatkan kebahagiaan
dalam dunia dan akhirat, harus dengan’ ilmu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW
dalam hadistnya
من اراد
الد نيا فعليه بلعلم ومن اراد الاخرة فعليه بلعلم ومن ارادهما فعليه بلعلم
Artinya: “Barangsiapa menginginkan
dunia, maka harus dengan ilmu. Barang siapa menginginkan akhirat, maka harus
dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu.” [6]
Dari sini manusia seyogyanya selalu berusaha untuk menambah
kualitas ilmu pengetauhuan dengan terus berusaha mencari hingga akhir hayat.
Dalam Al-Qur’an surat Thaha 114 disebutkan:
وَقُلْ رَبِّ
زِدْنِي عِلْمًا (١١٤)
Artinya:
"Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."
Pendidikan
Islam memiliki karakteristik yang berkenaan dengan cara memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan serta pengalaman. Anggapan dasarnya ialah setiap
manusia dilahirkan dengan membawa fitrah serta dibekali dengan berbagai potensi
dan kemampuan yang berbeda dari manusia yang lainnya. Dengan bekal itu kemudian
dia belajar mula-mula melalui hal yang dapat di Indera dengan menggunakan panca
indranya sebagai jendela pengetahuan. Selanjutnya bertahap dari hal-hal yang
dapat di indra kepada yang abstrak, dan dari yang dapat dilihat kepada yang
dapat di pahami. Sebagaimana hal in disebutkan dalam teori Empirisme dan
Positivisme dalam Filsafat. Dalam firman Allah ( QS. An-Nahl:78 ).
Sebagaimana
telah di paparkan diatas, dalam pengetahuan manusia tidak hanya sebatas apa
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia, namun juga semua pengetahuan
yang dapat menyelamatkannya di akhirat kelak.
Manusia
tidak dianjurkan oleh Islam untuk hanya mencari pengetahuan yang hanya
berorientasi pada urusan akhirat saja. Akan tetapi, manusia diharapakan tidak
melupakan pengetahuan tentang urusan akhirat saja. Meskipun kehidupan dunia ini
hanyalah sebuah permainan dan senda gurau belaka, atau hanyalah sandiwara
rekayasa yang diciptakan oleh Tuhan semesta alam. Namun, pada dasarnya manusia
diharapkan mampu menjaga keseimbangan dirinya dalam menjalani relita kehidupan
in, termasuk dalam mencari pengetahuan.
Islam
menghendaki pengetahuan yang benar-benar dapat membantu kemakmuran dan
kesejahteraan hidup manusia. Yaitu pengetahuan terkait urusan Duniawi dan
Ukhrowi, yang dapat menjamin kesejahteraan dalam hidup manusia di dunia
dan di akhirat.[7]
D.
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas pemakalah menyimpulkan:
1.Macam-macam
keseimbangan dalam hidup ada 4 yaitu:
·
Kesimbangan antara Ilmu dan Amal
Mengatakan sesuatu yang tidak dikerjakan,artinya seseorang
hanya berlandaskan teori belaka diibartakan sesorang itu berjalan diatas konsep
yang kosong.
·
Keseimbangan antara rasa takut dan
harapan
Muslim yang baik mampu baik itu mampu menggabungkan antar
kedua hal tersebut yaitu menggabungkan antara rasa takut terhadap siksaan Allah
karena dosa-dosanya dan dalam waktu yang sama dia sangat berharapap Rahmat dan
Ampunan-Nya.
·
Keseimbangan di dalam menjalankan
ajaran agama, sehingga tidak berlebihan(ifrath) dan juga tidak brsikap
meremehkan(taftith)
Muslim yang baik adalah yang tidak berlebih-lebihan dalam
menjalankan agama, yaitu melampui batas dari apa yang telah ditetapkan oleh
Allah dan Rasul-Nya.
·
Keseimbangan antara dunia dan
akhirat
Dalam menyeimbangkan antara dunia akhirat adalah dalam mengerjakan
sesuatu kita harus bersungguh-sungguh melakukannya agar hasilnya baik, namun
disaat beribadah kepada Allah kita harus dengan dengan setulus hati bribadah
kepada-Nya seakan-akan kita tidak akan pernah hidup lagi (mati besok).
2.Keseimbangan dalam prespektif
Islam adalah
Dimana dalam proses pendidikan itu bisa seimbang antara Ilmu
Uum dan Ilmu agama, karena Ilmu Umum tidak akan bisa berjalan tanpa adanya Ilmu
agama.
E.PENUTUP
Demikainlah makalah yang dapat kami sampaikan,
semoga dapat member manfaat, dan wawasan bagi kita semua, bagi para pembaca
umumnya dan pemakalah khususnya. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih
terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif
sangat kami harapakan demi kesempurnaan makalh ini selanjutnya
[1]
http://www.minbarindo.com/Sosial_Kemasyarakatan/Keseimbangan_Dalam_Hidup_Muslim.aspx
[2]Imam
Jalaludin,Al Jami’usshoghir jilid 2, Darul Fikri, hal.135
[3] Fachruddin
dkk, Pilihan sabda Rasul Cetakan 1, Jakarta, Bumi Aksara,1996,
hal.234
[4] TM.
Sanihiyyah dkk, Khutbah Jum’ah, Tuban Jawa Timur,Yayasan Amanah,1994,
hal. 202
[5]
Drs. Moh Rifa’I, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra, hal.
13
[7]
http://hasanrizal.wordpress.com/2009/10/21/tafsir-tarbawi-pendidikan-dalam-prespektif-al-qur’an%E2%80%99an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar