A.
PENDAHULAN
Upaya melacak
kembali hakikat sufisme Jawa meruupakan upaya yang rumit. Begitu banyak
unsur-unsur yang jalin menjalin, menyapu secara sinkretik, dengan kepekatan
yang tinggi. Dan perjalanan melacak kembali hakikat sufisme jawa mengharuskan
kita untuk menggali akar-akar sufisme Islam (Tasawuf) dan akar-akar dari mistik
Hindu- Budha yang kedatangannya di jawa telah begitu menyejarah. Keduanya
merupakan unsur sufisme Jawa, yang jejak-jejaknya cukup jelas.
Dan kali ini
pemakalah akan menjelaskan tentang sufisme Jawa yakni Raden Ngabehi Rangga
Warsita (Sang Pujangga Tanah Jawa).
B . RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana biografi dan Pemikiran
Raden Ngabehi Ranggawarsita?
2.
Bagaimana ajaran-ajaran pokok Raden Ngabehi Ranggawarsita?
3.
Keterkaitan antara Raden Ngabehi Ranggawarsita dengan Zaman Edan?
C.PEMBAHASAN
1.BIOGRAFI DAN
PEMIKIRAN RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA
Raden Ngabehi Ronggowarsito adalah
sosok seorang pujangga rakyat dari kraton Surakarta. Beliau dilahirkan pada
hari senin Legi tanggal 10 Dzulkhijjah tahun 1728 bertetapan dengan tanggal 15
Maret 1802 M. Ayahnya benama Mas Bei Panjangswara atau Mas Bei Ronggowarsito ke
II. Nama asli beliau adalah Raden Bagus Byurham . Sifat beliau ketika masih
kecil terkenal sebagai anak yang nakal.
Setiap hari kerjanya hanya adu pitek (sambung ayam). Di umur yang ke -12 beliau pernah mengunjungi
keraton demit (kerajaan demit) selama 3 hari 3 malam, bahkan belieau sempat
dijadikan anak angkat oleh seorang pemimpin jin putri.
Menurut
kakaknya RT. Sastronegoro beliau akan menjadi manusia yang terkenel di zamannya
walaupun sifatnya nakal. Untuk itu kakeknya bermaksud menitipkan R. Bagus
Burham di sebuah padepokan yang dulu pernah disinggahi oleh kakek buyutnya.
Tepatnya di Pondok Pesantren Tegalsari atau Gerbang Tinatar arah tenggara dari
kota Ponorogo.
Ø Menuntut Ilmu di Pondok Pesantren
Di Pondok
pesantren tersebut terdiri putra Bupati hingga putra rakyat, termasuk R. Bagus
Burham yang masih keturunan bangsawan. Sehingga penugurus pondok pesantren
yakni Kyai Khasan Besari beranggapan bahwa R. Bagus Burham adalah anak yang
pandai,namun diluar dugaan ternyata R. Bagus Burham adalah anak yang sangat
bodoh, sekian lama diberi pelajaran mengaji tetapi satu hurufpun tidak
mampu.Kesehariaanya hanya menyabung ayam dan keluyuran sehingga tidak ada
pelajaran satupun yang dapat diterimanya (masuk telinga kiri ,keluar telinga
kanan).
Pernah
juga R. Bagus Burham disuruh oleh kyai
Khasan Besari untuk meminta kepada kaum “aghniya” bersama teman-temanya ketika
warga sekitar mengalami musibah yakni kekeringan dan kelaparan. R.Bagus Burham
bukanya mencari dana malah memancing. Kabar mengenai penyelewengan ini
diketahui oleh kyainya. R. Bagus Burham bersama temn-temanya diberi hukuman
cambuk dan mengisi jembangan (tempat air) hingga penuh.
Ki Tanujoyo (pengasuh R. Bagus Burham ) sedih melihat anak
asuhnya tidak bisa membaca satu hurufpun bahkan dihukum oleh kyainya karena
penyelewengannya itu. Ki Tanujoyo menasehati pada R. Bagus Burham untuk
bersungguh-sungguh menuntut ilmu.
Dikemudian hari r. Bagus Burham menyuruh pengasuhnya Ki
Tanujoyo untuk menagantarkan ke sebuah sungai dekat padepokannya. Beliau
bertirakat selama 40 hari.
Ø Wahyu Kedung Watu
Empat puluh hari sudah Raden Bagus Burham bertirakat,
pengasuhnya Ki Tanujoyo membawakan nasi untuk buka R. Bagus Burham Karena selam
empat puluh hari beliau tidak makin nasi melainkan makan buah pisang untuk
sahur dan buka puasanya. Tapi sudah nasib sebelum pengsuhnya sampai tujuan lauk
pauk untuk R. Bugus Burham jatuh dijalan . Sesampainya di tujuan Ki Tanujoyo
kelelahan. Beliau beristirahat dibawah pohon sambil menunggu R. Bagus Burham
selesai bersemedi. Di malam itu Ki Tanujoyo seperti tidur tapi tidak tidur, ia
melihat suatu cahay masuk kedalam kendil berisi nasi, sedangkan R. Bagus Burham
bermimpi bertemu dengan buyutnya R. Ngabehi Yosodipuro Yuspanjang. R.Bagus
Burham disuruh menadahkan telinganya kemudian kakeknya masuk kedalam telinga R.
Bagus Burham, beliau terbangun lalu menceritakannya kepada Ki Tanujoyo.
Nasi sudah siap
tetapi lauk pauknya jatuh dijalan, peristiwa ini diceritakan kepada R. Bagus
Burham merogohkan tangannya kedalam kendil , tiba-tiba R. Bagus Burham memegana
ikan yang sangat besar sekali. Ki Tanujoyo terkejut dan beranggapan bahwa ikan
itu adalah cahaya tadi yag masuk kedalam kendil nasi itu.
Sejak itu R. Bagus
Burham menjadi siswa yang rajin dan pandai sifatnya berubah 180 derajat. Beliau
tidak suka lagi berfoya-foya mengobral uang dan rajin belajar. Sampai beliau
mahir dalam hal satra . Sehingga dikenal sebagai R. Ngabehi Rangga Warsito.
Banyak orang yang kagum akan kepandaiannya beliau. Buah karyanya sampai 45
hingga 40 bahkan lebih hamper seluruh karyanya berbentuk puisi (tembang)
sehingga beliau di juluki Ki Pujangga
Rakyat.
Ø Sifat-sifat Beliau
Berbicara menggenai Raden Ngabehi Ranggawarsita akan
tidak lengkap apabila tidak mengupas sifat-sifat beliau. Mengapa beliau beliau
bisa dikatakan sebagai pujangga rakyat. Beliau dikatakan sebagai pujangga
rakyat karena beliau memiliki sifat-sifat berikut:
1.
Beliau mahir dalam Sastra
2.
Mahir dalam menggunakan bahasa Kawi
3.
Beliau faham dalam memainkan kata-kata dalam bahasa
4.
Mahir dalam Seni suara (tembang)
5.
Beliau pandai berbicara, bercerita atau mengarang
6.
Menguasai pengetahuan kasar maupun yang halus (hal-hal ghaib)
7.
Menguasai pengetahuan lahir dan batin serta arif bijaksana dan waskita/weruh
sakdurunge winarah (tahu sebelum diberi tahu)
8.
Memiliki daya ingat yang kuat dan tajam
Di dalam kesusatraan beliau sangat terkenal dan dapat
dianggap sebagi pelopor membuat karya. Sebab di zaman itu yang paling banyak
adalah bentuk karya berbentuk tembang. Karya-karyanya sangat berguna bagi
perkembangan satra Jawa di masanya dan tersa sampai sekarang. Karyanya juga
banyak memberikan pandangan-pandangan hidup yang mempengaruhi pandangan
masyarakat di waktu itu.
Ø Wafanya Raden Ngabehi Ranggawarsita (Lepas dari keagungan
Karya)
Lepas dari keagungan karya satra Ronggowarsita pada
zamannya (mungkin juga sampai hari ini), selama akhir hidupnya, pujangga ini
sangatlah menyedihkan. Beliau dibunuh oleh Pakubuwana IX dan pihak pemerintah
Kolonial Belanda dalam merebutkan kekuasaan. Hal ini jelas tampak dalam karya
Ronggowarsita yang terakhir yang berjudul “Serat Sabda Jati” dimana sang
Pujangga dengan batin memberitahuka kematiaanya.
Beliau meniggal hari Rabu Pon tanggal 5 Dzulkhijjah 1805
(tahun Jawa) bertepatan dengan tanggal 24 Desember 1873 yaitu tepat delapan
hari setelah menulis serat Sabda Jati. Beliau dimakamkan di desa Palar
Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten. Memang dalam ilmu Kejawen ada orang yang
mengatahui kematiaanya (misalnya kurang beberapa hari), begitu juga dengan
R.Ngabehi Ranggawarsita, akan tetapi tentang persisnya hari keatian itu masih
tetap gelap.[1]
Sesudah kakeknya- Yasidapura II-wafat, Rangga Warsita
diangkat untuk mengganti kedudukan kakeknya sebagai pujangga istan dengan
pangkat Kliwon Carik. Memang semenjak kanak-kanak, Rangga Warsita telah dididik
dan dibina dalam kesusastraan dan kepustakaan jawa. Penganggaktan sebagai
pujangga istana menunjukkan bahwa Rangga Warsita adalah tokoh yang menguasai
ilmu kejawen. Karena kedudukan pujangga pada watu itu berarti orang yang telah
mahir dalam kesusastraan serta mumpuni dalam ilmu kejawen. Bahkan dalam
manuskrip Padmawarsita diterangkan bahwa pangkat kapujangga itu berkaitan
dengan wahyu.
Dalam
keduduknnya sebagai pujangga istna tugas Rangga warsita adalah menyusun dan
mengembangkan kebudayaan dan kepustakaan jawa. Kalau kakeknya-kakeknya –
Yasidapura I dan Yasidapura II- amat berjasa dalam mengubah kitab-kitab yang
yang berbahasa Jawa kuno kedalam bahasa Jawa baru, dan menyesuaikan dengan
zaman Islam, maka RanggaWarsita aamt berjasa didalam menyusun karya-karya baru.
Dalam berbagai karyanya Ranggawarsita Nampak melanjutkan upaya para sastrawan
sebelumnya, yakni:Berusaha mempertemukan trsadisis Ilmu kejawen dengan
unsur-unsur ajaran agama Islam. Hal ini Nampak misalnya dalam Serat Parama
Yoga, Suluk Seloka Jawa, Sukma Lelana, Wirid Hidayat Jati dan lain-lain. Jenis kepustakaan semacam ini penulis sebut
dengan Kepustakaan Islam Kejawen. Ajaran agama dalam Kepustakaan
Kejawen memang tidak sepenuhnya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an. Namun
demikian, kepustakaan semacam ini telah berjasa dalam memperkenalkan
nilai-nilai ajaran kerohanian serta etika Islam kepada para penggemar
kesusastraan dan kepustakaan Jawa.[2]
2. AJARAN-AJARAN POKOK RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA
1)
MISTIK
Untuk mencapai aspek-aspek mistik Islam yaitu melelui
cara pengahyatan makrifat kepada Tuhan yang merupakan tujuan utama yang
dicita-citakan oleh para penganut mistik, tidak dapat dinikmti oleh setiap
orang. Karena penyucian hati yang mejadi syarat mutlak bagi tercapainya
penghayatn makrifat atau pengahyatan kesatuan dengan Tuhan, adalah cukup berat.
Oleh karena itu pengahyatan makrifat kepada Tuahan hanya bisa dicapai dan
dinikamati oleh segolongan kecil” orang-orang pilihan”. Orang awam tidak bisa
mencapainya dan memehaminya. Makrifat adalah penghayatan yang tidak bisa
diterangkan dengan rumusan kata. Ilmu Sangkan Paran ini harus dirahasiakan.
Hanya boleh diajarkan kepada orang yang berbakat untuk itu.
Adapun paham mistik yang dianut R. Ng. Ranggawarsita
adalah Konsep Manunggaling Kawula Gusti, dimana diterangkan bahwa Dzat Tuhan
bersemayam (immanent) dalam diri manusia.
2)
SERAT WIRID HIDAYAT JATI
WiridHidayat Jati mengajarkan bahwa Dzat Tuhan memiliki
berbagai macam sifat, asma, dan af’al. Tuhan digambarkan sebagai Dzat yang
berkehendak dan berkarya seacara aktif, sebagai pencipta dan penuguasa alam
semesta. Dengan adanya sifat, asma, dan af’al ini berarti Wirid
Hidayat Jati mengajarkan paham Ketuhanan yang bersifat Theis.
Dalam Serat Wirid Hidayat Jati dinyatakan bahwa Dzat itu
tanpa Tuduhan, tanpa arah, dan tanpa tempat, tanpa rupa dan tanpa warna.
Gambaran tentang Tuhan dalam Wirid Hidayat Jati bersifat anthropomorphis. Tuhan
digambarkan berada dalam hidup manusia.
Hidup manusia menurut Wirid Hidayat Jati merupakan sifat
Tuhan. Sifat terpisahkan dengan Dzat. Oleh karena keterangan tentang Tuhan
selalu tumpang tindih dengan keterangan manusia. Uraian tentang Tuhan selalu
dikaitkan dengan uraian tentang manusia sekaligus merupakan keterangan tentang
Tuhan. Hampir tidak ada keterangan tentang Tuhan yang terpisah dengan
keterangan tentanag manusia. Oleh karena itu timbul penilaian bahwa ajaran
Wirid Hidayat Jati adalah anthroposentris.
3)
SULUK SALOKA JIWA
Serat Suluk Saloka Jiwa adalah karya pujangga Isatan
Surakarta yakni R. Ng. Ranggawarsita.
Saloka Jiwa merupakan Serat Suluk, karena ajran mistik di dalamnya
disusun dalam bentuk sekar atau puisi Jawa, Yakni sekara Macapat. Mengenai
Saloka Jiwa diterangkan sebagi berikut:
Maleng
agama minulya/ waluya ing awal-akhir/ ki kisaning kawruh sarak/ Wruh rasnig
dalil Kadis/ Ijemak kiyas tuwin/ sarengat tarekaat iku/ hakekat lan makrifat/
yeku ros rosing agami/ yen tan weruh sembahyange tuwas-tuwas//
Jakat
pitrah moco Qur’an/ Rukuk Dzikire tan manjing/ ginggang ger ugering Islam/
wasitanig para ngalim/ ing tanah Ngerum nguni/ pakumpulaning para jumhur/
ngabsahke kawruh sarak/ ing tembung Arab jinarwi/ basa Jawa Winastan Saloka
Jiwa//
Artinya: Merenungkan ajaran gama yang luhur, bagi
keselamatan awal dan akhir hayat manusia. Aspek terdalam dari Ilmu Syari’at.
Yakni mengahyati inti ajaran Al-Qur’an. Hadits Ij’ma dan Kiyas, syariat dan
tarekat serta hakikat dan makrifat. Itulah inti para agama yang terdalam. Tanpa
menghayati inti agama ini sembahyang tak
banyak artinya juga zakat fitrah dan membaca Al-Qur’an besreta rukuk dzikirnya
tidak meresap dalm hati. Rusak sendi dasar Islamnya. Petuah para alimdahulu,
dinegeri Rum (Turki) mereka bermusyawarah untuk mengabsahkan ilmu syara’: yang
menurut istilah Jawa disebut Saloka Jiwa
Jadi
menurut Ranggawarsita yang dimaksud Saloka Jiwa adalah aspek batin atau
inti-inti syari’at. Yakni ilmu tentang Tuhan yang merupakan sangkan paran
hidup manusia, atau yang dalam istilah tasawuf disebut Hakikat Tuhan
yang sedalam-dalamnya adalah kosong dan sia-sia.
4)
SERAT PAMORING KAWULA-GUSTI
Isi dari Serat
Pamoring Kawula-Gusti adalah ada dalam bait 10 Dhandanggula R. Ng.
Ranggawarsita yang mengajarkan sebagai berikut:
“Yen mubunga awet amanitis/ pan tinitah dumadi manungsa/
sinungharja bungah kene/ sapira kadaripun/ anemg donyo pan nora lami/ lire pan
nora dawa/ umur sewu tabun/ lamun nora ngawruhana/ angawruhi jamaning kapatin/
sayaketi dadi tuna//
Artinya:
Bahwa hidup ini tidaklah lama apabila dibandingkan dengan
hidup dialam yang bersifatv kekal (akhirat). Andaikata mendapat keuntungan,
mendapat kesenangan, toh hanya seberapa saja lamanya, tidak akan mencapai
seribu tahun. Oleh karena itu keliru hidupnya, apabila tidak mau mencari Ilmu
tentang kesempurnaan patinya.
Dalam Bait 11 diajarkan:
Tuna diungkap kaulahing kapi/ pan kapirang jamaning
akherat/ sakarate yekti suwe/ suwe nuruti perlu/ perlu mati ngijeman delik/
kelike nora nana/ anane mung bawur/ bawur tan wruhing marga/ marga beda
bedaning tanpa pinikir/ mungkir ninggal agama//
Artinya:
Orang yang hidupnya hanya mengabdi pada hawa nafsu, serta
mendustakan dan mengabaikan petunjuk-petunjuk agam dan tidak mencari Ilmu
kasampurnan pati, pasti hidupnya akan selalu berada dalam kesesatan dan akan
selalu merugi. Orang yang demikian akan menderita dan akan terlalu lama
mengalami sekarat (sakaratul maut). Yakni masa ketika seorang akan meninggal.
Lantaran menjadi bingung tidak mengerti jalan yang benar.
Oleh karena itu menurut R.Ng. Ranggawarsita seseorang
harus mempelajari dengan baik ilmu kesempurnaan tentang mati yang sempurna yang
beliau namakan kiamat Kubra. Sebab menurut pokok ajaran R. Ng.
Ranggawarsita, masalah kematian merupakan masalah yang teramat rumit dalam
kehidupan manusia. Dalam masa “Sakratul Maut” manusia dihadapakan pada
godaan-godaan dan hambatan-hambatan yang amat rumit serta dapat menyesatkan.
Tanpa Ilmu pengetahuan tentang kematian yang sempurna, pasti akan terjerumus
kedalam alam kesesatan. Jika salah lengkah sedikit menjadi sebangsa jin, setan,
demit, berdasarkan, peri parahyangan.[3]
3.Keterkaitan Ranggawarsita dan Zaman Edan
Istilah Zaman
Edan konon pertama kali diperkenalkan oleh Ranggawarsita dalam Serat
Kalatida, yang terdiri atas 12 bait tembang Sinom. Salah satu bait
yang paling terkenal adalah:
amenangi zaman
édan,
éwuhaya ing
pambudi,
mélu ngédan
nora tahan,
yén tan mélu
anglakoni,
boya keduman
mélik,
kaliren
wekasanipun,
ndilalah kersa
Allah,
begja-begjaning
kang lali,
luwih begja
kang éling klawan waspada.
yang terjemahannya sebagai berikut:
menyaksikan
zaman gila,
serba susah
dalam bertindak,
ikut gila
tidak akan tahan,
tapi kalau
tidak mengikuti (gila),
tidak akan
mendapat bagian,
kelaparan pada
akhirnya,
namun telah
menjadi kehendak Allah,
sebahagia-bahagianya
orang yang lalai,
akan lebih
bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.
Syair di atas menurut analisis seorang penulis bernama Ki
Sumidi Adisasmito adalah ungkapan kekesalan hati pada masa pemerintahan Pakubuwono
IX yang dikelilingi para penjilat
yang gemar mencari keuntungan pribadi. Syair tersebut masih relevan hingga
zaman modern ini di mana banyak dijumpai para pejabat yang suka mencari
keutungan pribadi tanpa memedulikan kerugian pihak lain.[4]
4.Karya Sastra
Karya sastra tulisan Ranggawarsita antara lain,
- Bambang Dwihastha : cariyos Ringgit Purwa
- Bausastra Kawi atau Kamus Kawi – Jawa, beserta C.F. Winter sr.
- Sajarah Pandhawa lan Korawa : miturut Mahabharata, beserta C.F. Winter sr.
- Sapta dharma
- Serat Aji Pamasa
- Serat Candrarini
- Serat Cemporet
- Serat Jaka Lodang
- Serat Jayengbaya
- Serat Kalatidha
- Serat Panitisastra
- Serat Pandji Jayeng Tilam
- Serat Paramasastra
- Serat Paramayoga
- Serat Pawarsakan
- Serat Pustaka Raja
- Suluk Saloka Jiwa
- Serat Wedaraga
- Serat Witaradya
- Sri Kresna Barata
- Wirid Hidayat Jati
- Wirid Ma'lumat Jati
- Serat Sabda Jati[5]
D.
KESIMPULAN
- Raden Ngabehi Ronggowarsito adalah sosok seorang pujangga rakyat dari kraton Surakarta. Beliau dilahirkan pada hari senin Legi tanggal 10 Dzulkhijjah tahun 1728 bertetapan dengan tanggal 15 Maret 1802 M. Ayahnya benama Mas Bei Panjangswara atau Mas Bei Ronggowarsito ke II. Nama asli beliau adalah Raden Bagus Burham.
- Adapun ajaran-ajaranya adalah:
Mistik
Wirid
hidayat jati
Suluk
Saloka Jiwo
Serat
Pamoring kawula-Gusti
·
Istilah
zaman edan ini terdapat dalam bait 12 ynag berada dalam Serat Kalatida
E.PENUTUP
Demikainlah
makalah yang dapat kami sampaikan, semoga dapat member manfaat, dan wawasan
bagi kita semua, bagi para pembaca umumnya dan pemakalah khususnya. Kami
menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh
karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapakan demi
kesempurnaan makalh ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Andjar
Any. 1980. Raden Ngabehi
Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
Dr. Simuh. 1995. Sufisme Jawa (Transformasi Tasawuf Islam
ke Mistik Jawa). Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya
Majalah El-Qudsy, Islam dan Kultur Jawa dalam Wacana
Sosio Religi, Kudus:Persatuan Pelajar Qudsiyyah, 2006 M/1427 H.